Menteri LHK Minta Rimbawan Ubah Paradigma Antroposentris ke Ekosentris dan Biosentris, Apa Itu?
Siti Nurbaya meminta para Rimbawan untuk bergerak meninggalkan pendekatan antroposentris dan menuju ke arah biosentris dan ekosentris.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
Berbeda dengan antroposentrisme, ekosentrisme mengambil posisi sebaliknya.
Ekosentrisme menempatkan seluruh subjek yang ada di alam semesta (biotis maupun abiotis) memiliki nilai karena keduanya akan terikat satu sama lain dalam sebuah ekosistem.
Ekosentrisme dalam teori etika lingkungan merupakan kelanjutan dari biosentrisme.
Apabila biosentrisme hanya meletakkan komunitas biotis sebagai subjek yang memiliki nilai, maka ekosentrisme bertindak lebih jauh dengan menempatkan seluruh komunitas ekologis sebagai subjek yang memiliki nilai.
"Meskipun berbeda, namun dua konsep ini memiliki kesamaan dalam hal memperbaiki pemikiran antroposentrisme dengan jalan memperluas cakupan nilai tidak hanya berlaku bagi manusia saja," terang Menteri Siti.
Melanjutkan pidatonya, Menteri Siti mengungkapkan bahwa kini ilmu pengetahuan telah dikonstruksi ke arah yang ramah lingkungan (green).
Menurutnya, hal ini menjadi koreksi terhadap dasar teori lama yang telah cenderung merusak alam, menuju pandangan baru yang lebih holistik dan futuristik.
"Paradigma hijau ini juga telah memperkuat arus pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Dalam kebijakan pembangunan di Negara kita telah nyata diarahkan kepada paradigma hijau tersebut, terutama melalui penerapan konsep green economy, blue economy, green industry, green city, green building, green transportation, dan seterusnya. Sektor LHK sangat besar peranannya dalam menyelengarakan pembangunan yang ramah lingkungan tersebut," terang Menteri Siti.