Soal Klitih di Jogja, Psikolog Forensik Singgung Peran Keluarga dan Sekolah Perlu Hadir
Tanggapan psikolog forensik soal klitih di Jogja: tidak cukup hanya meminta pertanggung jawaban pidana pelaku anak-anak.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini fenomena klitih kembali terjadi di Provinsi DI Yogyakarta.
Seperti diketahui, klitih adalah aksi penyerangan yang dilakukan remaja di bawah umur pada masyarakat tanpa alasan di jalan.
Aksi kekerasan tersebut membuat masyarakat sekitar resah.
Bahkan, fenomena klitih sempat masuk daftar topic trending di Twitter beberapa waktu lalu.
Baca juga: Penganiyaan Maut di Gedongkuning Yogyakarta Bukan Klitih, Polisi Ungkap Pemicunya
Terkait hal tersebut, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel memberi tanggapannya.
Reza menyebut penumpasan aksi klitih tidak hanya dengan cara meminta pertanggungjawaban pidana pelaku.
Namun, juga memerlukan keterlibatan peran keluarga hingga sekolah.
Terlebih melihat usia pelaku yang rata-rata masih di bawah umur.
Orang tua dan sekolah harus mengawasi dan membenahi perilaku anaknya yang terlibat aksi klitih.
"Kita bicara tentang anak-anak yang melakukan tindak pidana, sesungguh kita tidak cukup hanya meminta pertanggung jawaban mereka (pelaku)."
"Pada saat yang sama, kita harus panggil keluarga khususnya orang tua."
"Dan juga kalau perlu, panggil pihak sekolah sehingga sungguh-sungguh pengawasan, pembenahan perilaku (pelaku) tidak hanya diembankan pada sistem peradilannya saja."
"Tapi perlibatan keluarga dan sekolah mutlak adanya," kata Reza, dikutip dari tayangan YouTube TV One, Rabu (6/4/2022).
Baca juga: Fakta Baru Kasus Tewasnya Pelajar SMA di Gedongkuning Jogja, Ternyata Bukan Korban Klitih
Lebih lanjut, Reza juga mengimbau keluarga dan sekolah bisa ikut melihat proses hukum yang berlangsung pada si anak.
Hal tersebut diharapkan bisa membuat sang anak sadar akan kesalahannya.
"Pastikan kepolisian memanggil orang tua dan perwakilan sekolah untuk terus mendampingi dan menyimak bagaimana proses pertanggung jawaban pidana."
"Harapannya dengan kehadiran orang tua dan sekolah, anak juga akan berpikir kembali membenahi perilakunya lebih baik," jelas dia.
Terbaru, aksi klitih menimpa seorang remaja berinisial D (18) tahun pada Minggu (3/4/2022) hingga berujung meninggal dunia.
Sebagaimana diberitakan Tribunnews.com, remaja yang berasal dari Kabupaten Kebumen tersebut alami luka di wajah setelah disabet dengan menggunakan gir oleh pelaku.
Pemuda yang duduk di bangku SMA Yogyakarta itu antas dibawa ke RSPAU Dr. Hardjukito setelah ia terjatuh dari kendaraannya.
Baca juga: Pelajar SMA di DIY Jadi Korban Klitih Hingga Tewas: Sedang Cari Sahur hingga Reaksi Keras Sultan
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda DIY, Kombes Pol Ade Ary Syam Indriadi, menyebut kejadian berawal saat korban sedang beraktivitas di Minggu malam.
Lalu, korban dibuntuti oleh sejumlah orang tak dikenal.
Kemudian, korban mengalami penganiayaan berupa sabetan gir oleh pelaku.
“Kejadian di Jalan Gedongkuning, pelaku diduga menggunakan kendaraan roda dua. Satu motor dikendarai dua orang, atau kendaraan lagi dikendarai tiga orang,” ujarnya.
Pada saat kejadian nahas tersebut, korban dibonceng oleh seorang temannya.
Sultan Hamengkubuwono X Angkat Bicara
Terkait fenomena klitih ini, Sri Sultan Hamengkubuwono X pun buka suara dengan meminta peristiwa ini tidak dibesar-besarkan.
Pernyataan ini berdasarkan fenomena klitih yang terjadi beberapa waktu lalu di Jalan Kaliurang, Kecamatan Ngaglik pada 27 Desember 2021 dini hari.
Selain itu, Sri Sultan juga menganggap jika klitih di Yogyakarta sengaja didesain dan diperpanjang oleh pihak tertentu.
Ia juga menambahkan jika tujuannya agar Yogyakarta dianggap tidak lagi aman dan nyaman seperti dikutip dari Kompas TV.
“Mungkin teman-teman tidak merasa kalau itu by design misalnya, jadi supaya klitih ini diperpanjang menjadi sesuatu yang akhirnya dinyatakan Yogya tidak nyaman dan nyaman,” tegasnya.
Baca juga: Sepanjang 2021 Terjadi 58 Kasus Klitih, Polda DIY Gandeng Dealer Motor Gelar Operasi Skala Besar
Kemudian, Sri Sultan juga menanggapi kasus klitih yang kembali terjadi pada hari Minggu lalu.
Menurut Sri Sultan, pelaku harus dihukum pidana, bahkan sekalipun pelaku masih anak-anak. Sri Sultan meminta agar proses hukum tetap dilanjutkan karena pembunuhan merupakan tindakan di luar batas.
"Iya (diproses hukum meski pelaku anak-anak). Anak ini (melakukan tindak) pidana ya (karena korban) sampai meninggal," tegasnya.
"Usianya (pelaku) saya nggak tahu, makanya itu satu-satunya cara hanya diproses hukum karena hanya dengan cara seperti itu kita bisa mengatasi persoalan (klitih)," tambah Sri Sultan.
Sri Sultan juga berharap agar penegak hukum tidak melakukan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan.
Dengan adanya hukuman dari vonis pengadilan diharapkan dapat memberi efek jera kepada pelaku klitih sehingga kejadian serupa tak terulang.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jogja/Miftahul Huda)(Kompas TV/Tito Dirhantoro)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.