Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jelang KTT G20 di Bali, Kemendagri Dorong Kawasan Sarbagita Kelola Sampah dengan Kearifan Lokal

Hampir sebagian besar masyarakat perkotaan membuang sampah rumah tangga secara gelondongan tanpa memilah mana yang organik dan non-organik.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Jelang KTT G20 di Bali, Kemendagri Dorong Kawasan Sarbagita Kelola Sampah dengan Kearifan Lokal
Ist
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal ZA. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengelolaan sampah menjadi masalah klasik bagi kemajuan sebuah kota.

Hampir sebagian besar masyarakat perkotaan membuang sampah rumah tangga secara gelondongan tanpa memilah mana yang organik dan non-organik.

Mereka mengandalkan tenaga kebersihan dan hanya tahu sampah itu akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Salah satu kawasan perkotaan yang mengalami permasalahan serupa adalah Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianjar, dan Tabanan (Sarbagita).

Wilayah ini merupakan denyut utama pariwisata Provinsi Bali.

Sampah di sini berasal dari rumah tangga masyarakat setempat, serta para wisatawan domestik dan mancanegara.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Bali, jumlah sampah yang terkelola sebanyak 3.102,87 ton per hari atau 72,48 dari keseluruhan.

Berita Rekomendasi

Artinya, ada sekitar 1.178,13 ton sampah per hari yang tidak terkelola. 

Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Adwil Kemendagri) sebagai pembina kawasan perkotaan mengajak semua pihak, mulai dari pemangku kebijakan, industri, komunitas pecinta lingkungan, dan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam upaya pengelolaan dan pengurangan sampah ke TPA.

Dirjen Bina Adwil Kemendagri, Safrizal mengatakan perlu ada kesadaran masyarakat dan industri di kawasan Sarbagita tentang pentingnya pengelolaan dan pemilahan sampah sejak dari sumbernya.

Dengan pola ini, maka beban pemerintah selaku yang mengurus sampah dari kawasan permukiman hingga TPA bisa berkurang.

Dia menghimbau para wisatawan untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Baca juga: Pasca-Demo 11 April: Taman di Trotoar Rusak hingga Sisakan 13 Meter Kubik Sampah Plastik

“Kebersihan Bali sejak dari pintu kedatangan, seperti bandara dan pelabuhan, serta tempat-tempat publik lainnya akan membuat masyarakat dan wisatawan nyaman. Ini akan memberikan efek domino pada perekonomian, khususnya sektor pariwisata Bali,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (16/4/2022).

Safrizal menerangkan penanganan persoalan sampah di kawasan Sarbagita harus berkonsep ramah lingkungan, berkelanjutan, dan menggali potensi ekonomi dari daur ulang.

Dia menjelaskan ini memerlukan perencanaan, anggaran yang memadai, dan menemukan model bisnis yang tepat sehingga memberikan manfaat besar bagi perekonomian masyarakat.

Dia menyebut pemerintah daerah (pemda) dan masyarakat Bali bisa menggunakan kearifan lokal dalam pengelolaan sampah. Sebenarnya sudah ada contoh pengelolaan mandiri.

Masyarakat di Bali ada yang mengelola sampah organik dengan memasukkan ke dalam lubang dengan panjang, lebar, dan kedalaman masing-masing 1 meter.

“Setiap rumah  biasanya memiliki dua lubang di belakang rumah. Satu lubang untuk diisi selama 1-2 bulan. Jika sudah penuh, sampah baru akan dimasukkan ke lubang sebelahnya. Nanti sampah di lubang yang lama dimanfaatkan menjadi kompos. Pengelolaan mandiri seperti ini perlu direplikasi ke daerah-daerah lain,” kata Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendagri itu.

Safrizal mengatakan konsep penanganan dengan kearifan lokal ini bisa merujuk pada falsafah Tri Hita Karana.

Visi yang harus dikedepankan: semesta adalah warisan untuk anak dan cucu kita di masa depan.

Untuk itu dirinya mengajak masyarakat untuk melestarikan alam dan budaya dengan mengelola sampah untuk kehidupan yang berkelanjutan.

“Solusi yang bertumpu pada kearifan lokasi biasanya terlihat sederhana dan selalu dipandang sebelah mata karena skalanya yang kecil. Padahal, jika diteliti lebih dalam lagi, pengelolaan sampah di rumah-rumah berdasarkan inisiasi masyarakat dan komunitas ini punya dampak besar terhadap pengurangan sampah,” katanya.

Pemerintah dan masyarakat bisa menggalakkan kegiatan reduce, reuse, dan recycle (3R) dalam pengelolaan sampah.

Sampah organik yang diolah menjadi kompos bisa digunakan untuk tanaman di sekitar rumah dan lingkungan. Bahkan, jika masyarakat bisa mengorganisasi di satu wilayah, bisa dijual untuk keperluan pertanian. Safrizal mendorong perangkat desa dan komunitas pecinta lingkungan untuk menjembatani daur ulang sampah plastik.

“Masyarakat perlu diberi pelatihan bagaimana memanfaatkan sampah plastik untuk membuat berbagai kerajinan tangan yang bernilai ekonomi tinggi. Mungkin juga dibantu cara mengumpulkan sampah plastik dan menghubungkan dengan industri yang membutuhkan. Dengan demikian, sampah plastik tidak akan menumpuk di TPA dan mengurangi pencemaran lingkungan,” paparnya.

Safrizal mengingatkan pemda-pemda Sarbagita untuk serius dalam penanganan sampah ini mengingat Bali akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada 15-16 November mendatang.

Event besar ini harus bisa dimanfaatkan untuk promosi Bali sebagai destinasi wisata yang bersih, nyaman, dan aman kepada dunia. Ini akan membantu pemulihan sektor pariwisata yang terdampak Pandemi Covid-19.

Untuk membahas pengelolaan sampah ramah lingkungan dan berkelanjutan, Ditjen Bina Adwil Kemendagri yang tergabung dalam Tim Pendampingan Percepatan Penanganan Sampah di Provinsi Bali dan stakeholder terkait akan menyelenggarakan Indonesia International Waste Expo (IIWAS) “TriSenses Bali 2022” di Jimbaran, Bali, pada 17-20 April ini.

Para pejabat, tokoh masyarakat, industri, dan komunitas pecinta lingkungan, nantinya akan menggaungkan #GILAsSampah (Gerakan Inovasi Langsung Aksi untuk bersama-sama tuntaskan Sampah). Ini sebagai upaya mendorong perubahan paradigma pengelolaan sampah berbasis sumber dan kolaborasi antar stakeholder.

Salah satu bahasan acara yang didukung oleh lintas Kementerian/Lembaga, Pertamina, BRI, Google Cloud, SMI, Candra Asri, Elitery, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, PLN, frost & sullivan, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), dan komunitas Pemerhati lingkungan dan kelompok relawan di Bali, adalah Sampah Dipilah Itu Duit.

"Kami ingin mempertemukan pemda dan masyarakat dengan industri yang sukses mendaur ulang sampah dan menghasilkan uang,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas