Densus 88: Teroris NII Sebarkan Ideologi Lewat Baiat dan Garis Keturunan
Pelengseran itu direncanakan dilakukan dengan membuat kekacauan bak kerusuhan Mei 1998.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 16 tersangka teroris Negara Islam Indonesia (NII) yang ditangkap di Sumatera Barat (Sumbar) beberapa waktu lalu ternyata berencana melengserkan pemerintah yang sah menjelang digelarnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Pelengseran itu direncanakan dilakukan dengan membuat kekacauan bak kerusuhan Mei 1998.
"Salah satunya yang mereka sampaikan adalah mereka akan buat kekacauan atau chaos. mereka kalau yang disampaikan ya jika terjadi seperti (kerusuhan Mei) 98," kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar, Sabtu (23/4/2022).
Polisi mengetahui rencana itu dari dokumen yang disita dari 16 tersangka teroris NII yang ditangkap di Sumbar pada Jumat, 25 Maret 2022 lalu.
Dokumen tersebut merupakan notulensi atau catatan pertemuan para anggota NII.
Baca juga: Densus 88: Tujuh Terduga Teroris yang Ditangkap di Jabar Diduga Jaringan Kelompok Jamaah Islamiah
Aswin menyampaikan bahwa teroris NII itu merencanakan membuat kerusuhan yang nantinya dimanfaatkan untuk melengserkan pemerintah.
Para anggota teroris NII itu juga berkeinginan membentuk Indonesia dengan paham Daulah Islam.
Aswan masih enggan membeberkan saat ditanya kapan rencana kerusuhan dan pelengseran itu akan dilakukan.
Ia menyebut semua rencana busuk kelompok teroris itu akan diungkap dalam persidangan.
"Saya belum bisa kasih tahu kalau itunya. Lebih detail lagi kita akan ungkapkan mungkin setelah mereka masuk masa persidangan," kata dia.
Lebih lanjut Aswin membeberkan bahwa dalam upayanya membuat kerusuhan dan melengserkan pemerintah, teroris NII juga terus menyebarkan ideologinya di tengah masyarakat.
Ada dua cara yang dilakukan anggota NII dalam menyebarkan ideologinya.
Pertama, pemikiran terkait pendirian negara berdasarkan syariat Islam itu disebarkan secara turun temurun dari generasi ke generasi pimpinan kelompok itu, Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo.
"Mereka mengaku sebagai NII garis putih, atau NII putih gitu. Mereka adalah yang lurus, tegak dengan Kartosuwiryo. Ada garis keluarga atau dari kampung," kata Aswin.
Ia mengatakan pemikiran Kartosuwiryo terkait perjuangannya masa lalu diteruskan secara turun temurun.
Menurut Aswin, terdapat beberapa tersangka NII yang berada dalam satu garis keluarga Kartosuwiryo.
Kartosuwiryo merupakan tokoh Islam yang aktif di Masyumi pada era Orde Lama.
Ia kerap memopulerkan pemikiran ideologi Islam dalam pergerakannya lewat Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) sejak tahun 1930-an.
Namun, pergerakannya semakin ekstrem hingga akhirnya membentuk NII.
Gerakan itu semula eksis dan berkembang di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat sejak 1949.
Namun pecahan hingga cabang dari kelompok ini mulai berkembang dan terbentang ke wilayah-wilayah lain seiring perkembangan.
"Bukan cuma keluarganya Kartosuwiryo. Kan, dulu mereka banyak pengikutnya. Jadi pengikut-pengikutnya itu sendiri masih ada," jelasnya.
Baca juga: 7 Terduga Teroris yang Ditangkap di Jawa Barat Diduga Jaringan Kelompok Jamaah Islamiah
Selain itu, terdapat cara lain penyebaran ideologi NII yakni melakukan perekrutan dan diikuti dengan baiat atau sumpah setia kepada organisasi.
Perekrutan dilakukan lewat empat tahap yang disebut sebagai pencorakan.
Kegiatan itu diberi kode P1, P2, PL/P3 dan P4. Di mana, setiap calon pengikut NII akan diberi materi dan pemahaman terkait syariat Islam.
Menurut Aswin, para anggota NII itu juga memiliki tata cara ibadahnya tersendiri. Pencorakan itu juga diikuti dengan kegiatan menghafal materi dan sejarah perjuangan umat Islam.
"Dan beberapa nilai-nilai 'keislaman' versi NII," jelasnya.
"Setiap calon warga juga akan melalui tiga tahap baiat yaitu baiat jemaah imammah, baiat NII/Kenegaraan, dan baiat perjuangan," tambah Aswin.
Nantinya, kata Aswin, anggota NII juga dapat diangkat sebagai pengurus atau pejabat dengan ditandai baiat kepengurusan.
Tak hanya itu, perekrutan juga dilakukan tanpa memandang jenis kelamin dan batas usia.
Penyidik Densus 88 masih melakukan pengembangan penyidikan terkait kasus ini.
Aswin mengakui proses penyidikan saat ini masih dangkal. Fakta yang ditemukan masih temuan awal.
"Ya masih mendalami apa yang mereka maksud. Itu keterangan awal penyidikan. Kalau dari hitungan waktu, proses penyidikan ini masih di awal-awal," jelas Aswin.
Ia pun meminta masyarakat bersabar menanti proses penyidikan yang tengah dilakukan oleh Detasemen berlambang burung hantu itu.
"Jadi saya kira sabar lah memberikan kesempatan kepada penyidik mendalami fakta-fakta dan keterangan yang masih bentuk puzzle ini," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.