Larangan Ekspor Sawit dan Minyak Goreng akan Membuat Stok di Pasaran Melimpah dan Harga Terjangkau
Kebijakan melarang ekspor sawit dan minyak goreng dapat membuat stok minyak goreng di dalam negeri melimpah.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade mendukung langkah pemerintah yang melarang ekspor sawit dan minyak goreng.
Ia mengatakan bahwa kebijakan tersebut dapat membuat stok minyak goreng di dalam negeri melimpah.
"Alhamdulillah akhirnya aspirasi Gerindra diwujudkan pemerintah, kami Fraksi Partai Gerindra menyambut baik kebijakan Presiden Jokowi yang melarang ekspor CPO dan minyak goreng dalam memenuhi ketersediaan minyak goreng melimpah dengan harga terjangkau di dalam negeri," Kata Andre di Jakarta, Minggu (24/4/2022).
Andre menjelaskan, larangan ekspor CPO dan minyak goreng telah disuarakan Partai Gerindra sejak munculnya masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng sejak Januari 2022 lalu.
Tujuannya yakni untuk mewujudkan stok minyak goreng yang melimpah dan harga yang murah.
Baca juga: Anggota DPR Minta Larangan Ekspor Minyak Goreng dan CPO Tidak Angin-anginan
Baca juga: Kasus Ekspor Minyak Goreng Terbongkar, Pengamat: Tak Ada Efek ke Harga Migor
Pada 28 Januari 2022 lalu, lanjut Andre, usulan Partai Gerindra mengenai Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) akhirnya disetujui pemerintah dengan menerbitkan Permendag No 6 tahun 2022 yang menetapkan harga eceran tertinggi Rp 14 ribu per liter untuk minyak goreng kemasan.
"Lalu, 8 Maret 2022 karena keberadaan minyak goreng masih gaib dan harga minyak goreng kemasan di pasaran masih Rp 22 ribu per liter serta tidak mengikuti HET yang ditetapkan, maka kita meminta agar Kemendag menghentikan ekspor minyak goreng dan turunannya sebelum harga minyak goreng dalam negeri stabil," katanya.
Selain mendorong penghentian ekspor minyak goreng dan segala turunannya, pada 9 Maret 2022 lalu Andre juga mengusulkan agar pemerintah mencabut HGU bagi pengusaha sawit dan industri minyak goreng yang nakal.
Tujuannya, agar minyak goreng bisa didapat dengan mudah dengan harga yang terjangkau, serta menghukum pengusaha nakal.
"Namun sayangnya, pemerintah justru mencabut Permendag no 6 tahun 2022 yang mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng. Dalam beleid itu pemerintah mengatur HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter. Sementara dalam peraturan pengganti, HET minyak goreng curah jadi Rp 14.000 per liter, dan minyak goreng kemasan mengikuti harga mekanisme pasar," katanya.
Baca juga: Pasca Tertangkapnya Mafia Minyak Goreng, Sultan Minta BPK Audit BPDPKS
Baca juga: KSP Temukan Adanya Masyarakat yang Bingung dengan Sosialisasi Penyaluran BLT Minyak Goreng
Karena perubahan Permendag tersebut, maka dirinya menyatakan bahwa Pemerintah telah kalah dengan Mafia minyak goreng.
Dan pada tanggal 18 Maret 2022 ia meminta kemendag untuk melarang ekspor bahan dasar minyak atau CPO sebagai langkah untuk menekan harga minyak goreng dalam negeri dan menstabilkan stok barang minyak goreng yang langka serta memberi sanksi kepada pengusaha CPO.
"Dan akhirnya, setelah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait kasus suap ijin ekspor minyak goreng, Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Jokowi langsung membuat kebijakan untuk melarang ekspor CPO dan minyak goreng yang selama ini kita perjuangkan," pungkasnya. (*)