Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soroti Terhambatnya Pelabelan Free BPA, Ketua Komnas PA Ingatkan Kesehatan Anak Indonesia

Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait kembali menyoroti soal pelabelan free Bisfenol A (BPA) yang terhambat.

Penulis: Anita K Wardhani
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Soroti Terhambatnya Pelabelan Free BPA, Ketua Komnas PA Ingatkan Kesehatan Anak Indonesia
dokumentasi Komnas Perlindungan Anak
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait kembali menyoroti soal pelabelan free Bisfenol A (BPA) yang terhambat.

Arist merasa geram karena upaya pihaknya untuk melindungi anak-anak Indonesia agar hidup dan berkembang dengan sehat seperti anak-anak lain yang hidup di negara maju mendapat hambatan.

Rasa geram ini diungkapkannya saat menanggapi kabar jika Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mencari tahu pihak yang diuntungkan jika pelabelan dilakukan.

Ia mencermati adanya upaya penyelidikan dari pihak KPPU atas pelabelan pada galon ulang, karena adanya laporan dari industri atau asosiasi yang berusaha menghambat dan mengintervensi rancangan Perubahan Kedua atas Perka No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan.

"Saya mencermati adanya upaya dari industri atau asosiasi yang tetap ingin pelabelan informasi BPA tidak jadi disahkan, dengan menyudutkan BPOM melalui laporan kepada KPPU, dengan pengalihan isue persaingan usaha. Sementara rancangan Perubahan Kedua atas Perka BPOM No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan  kepada anak - Anak Indonesia," ungkap Arist, Rabu (18/5/2022).

Baca juga: Produsen AMDK Dukung Wacana Pelabelan Galon BPA: Bisa Dorong Inovasi

Secara tegas Arist mengatakan, jika langkah BPOM untuk mensahkan Revisi Perubahan Kedua atas Perka No.31 Tahun 2018 Tentang Label  Pangan Olahan dianggap akan menguntungkan satu pihak tertentu karena persaingan usaha, maka jelas pernyataan tersebut melukai anak - anak Indonesia.

Ia menegaskan dari awal Komnas Perlindungan Anak Indonesia, memperjuangkan hak untuk hidup sehat bagi anak - anak Indonesia.

BERITA REKOMENDASI

"Saya Arist, Ketua Komnas Perlindungan Anak dari dulu hingga kini tetap konsisten memperjuangkan hak-hak anak agar bisa hidup dan berkembang secara sehat di bumi Indonesia.

Jika BPOM mensahkan Perubahan Kedua atas Perka No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan yang diuntungkan adalah anak - anak Indonesia. Mereka bisa mengkonsumsi dari kemasan yang Free BPA, " tegas Arist Merdeka Sirait kepada media.

Arist lebih jauh menegaskan. Hanya di Indonesia yang masih menggunakan kemasan yang mengandung BPA.

Di negara lain termasuk Tiongkok yang berpaham Komunis pun sudah tidak menggunakan plastik yang mengandung BPA sebagai kemasan makanan atau minuman yang akan dikonsumsi oleh bayi dan anak.

"Apakah kita hidup di dunia lain sehingga tidak bisa mengakses hasil penelitian tentang BPA? Riset tentang bahaya BPA itu tersebar begitu banyak, dan dampak yang ditimbulkan juga mengerikan. Hasil riset dari para ahli dunia yang telah dijurnalkan dapat dengan mudah diakses melalui internet," ucap Arist.


Pihaknya mengapreasiasi langkah yang BPOM telah melakukan penelitian sendiri, hasilnya sangat mengkhawatirkan.

"Kita mengapresiasi kinerja BPOM. Semestinya yang terkait dengan  kesehatan anak jangan dicurigai sebagai persaingan bisnis. Semestinya KPPU tetap berpihak pada anak, " ungkap Arist.

Masih menurut Arist, jika pelabelan terhadap kemasan yang mengandung BPA itu ada pihak yang diuntungkan maka sebaliknya,  jika banyak anak anak yang terpapar penyakit akibat BPA berarti ada pihak yang merasa gembira dan mengabaikan kesehatan demi keuntungan semata.

"Apakah narasinya jadi seperti ini? Maukah mempertaruhkan nasib anak anak hanya demi persaingan usaha? Semestinya persaingan usaha itu dengan mengutamakan kesehatan bagi anak - anak. Itu yang benar, " tutur Arist.

"Kita malu sebagai bangsa masih menggunakan kemasan yang tidak aman. Sementara di belahan dunia yang lain sudah membuang kemasan yang mengandung BPA, " sambung Arist.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas