Profil Hasanuddin Ibrahim, Eks Dirjen di Kementan yang Ditahan KPK, Pernah Disorot soal Bunda Putri
Profil Hasanuddin Ibrahim, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini profil Hasanuddin Ibrahim, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diberitakan Tribunnews.com, KPK menahan Hasanuddin Ibrahim yang menjadi tersangka sejak 2016.
Hasanuddin Ibrahim menjadi tersangka KPK dalam dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada Kementan tahun anggaran 2013.
"Untuk kepentingan penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan oleh tim penyidik untuk 20 hari ke pertama terhadap tersangka HI terhitung mulai tanggal 20 Mei 2022 sampai dengan 8 Juni 2022 2021 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (20/5/2022).
Baca juga: KPK: Kasus Korupsi Pupuk Hayati di Kementan Rugikan Negara Rp 12,9 Miliar
Saat itu, Hasanuddin ditetapkan bersama dua orang lainnya, yakni Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno (SU) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dirjen Holtikultura Kementan periode 2012 Eko Mardiyanto (EM).
Untuk Sutrisno Dan Eko, saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.
Profil Hasanuddin Ibrahim, pernah jadi sorotan karena disebut sebagai suami Bunda Putri
Dikutip dari laman Kementan, Hasanudin Ibrahim dilantik sebagai Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian pada 1 November 2010.
Sebelum menjabat sebagai Dirjen Hortikultura, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementan.
Selebihnya, tak banyak catatan mengenai riwayat jabatan Hasanudin Ibrahim.
Pada 2013, Hasanudin Ibrahim disorot media soal statusnya yang disebuit-sebut sebagai suami Bunda Putri.
Dikutip dari Kompas.com, kemunculan nama Bunda Putri pertama kali lewat rekaman percakapan yang diputar dalam persidangan dugaan suap impor sapi dengan terdakwa Ahmad Fathanah, pada 2013 lalu.
Baca juga: KPK Tahan Hasanuddin Ibrahim Eks Dirjen Hortikultura Dalam Kasus Korupsi Pengadaan Pupuk Hayati
Dalam rekaman itu, mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, yang juga terdakwa dalam perkara ini, menyebut Bunda Putri dapat mengondisikan para decision maker atau pengambil keputusan.
Luthfi mengetahui Bunda Putri sebagai orang yang sangat dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam persidangan, identitas suami Bunda Putri diungkapkan oleh putra Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin, Ridwan Hakim.
Ridwan membenarkan bahwa suami Bunda Putri adalah Hasanuddin.
"Saya manggil-nya Pak Hasanuddin," kata Ridwan.
Saat ditanya lebih jauh mengenai pekerjaannya, Ridwan menjawab berbelit-belit.
Setelah didesak berulang kali, akhirnya Ridwan mau menjawab.
"Pak Dirjen (suami Bunda Putri) Hortikultura di Kementerian Pertanian, Pak," kata Ridwan.
Status Hasanuddin dan Bunda Putri pun dibenarkan mantan petinggi Partai Keadilan Sejahtera, Suripto.
Hasanuddin Ibrahim gugup saat ditanya soal Bunda Putri
Masih dikutip dari Kompas.com, di sela rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Kamis (5/9/2013), Hasanuddin Ibrahim yang datang mendampingi Menteri Pertanian Suswono, diminta konfirmasi soal statusnya dengan Bunda Putri.
Saat sejumlah wartawan mencoba mengklarifikasi kebenaran dirinya adalah suami dari Bunda Putri, Odeng tampak gugup.
Ia menolak memberikan jawaban dan memilih menerobos barisan awak media yang telah menunggunya beberapa jam.
Sesaat sebelum dijumpai para awak media, Odeng, sapaan akrabnya, baru saja selesai menunaikan ibadah shalat dzuhur.
Begitu keluar dari mushala yang lokasinya berada di depan ruang rapat Komisi IV DPR, sejumlah awak media langsung mengerubunginya.
Baca juga: KPK Periksa 8 Kepala Dinas Terkait Kasus Suap Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy
Seorang awak media nasional berusaha mendapat jawaban dari Odeng dengan cara menunjukkan foto Bunda Putri.
Raut wajah Odeng sontak berubah ketika melihat foto tersebut dan langsung memalingkan wajah sambil terus berusaha lolos dari kejaran awak media.
"Saya...saya...itu, mau raker (rapat kerja) nanti saja," kata Odeng tergagap menjawab cecaran pertanyaan sambil terus melangkah menuju ruang rapat di Gedung Parlemen, Jakarta.
Di lain kesempatan, Hasanuddin Ibrahim lagi-lagi enggan menjawab soal hubungannya dengan Bunda Putri.
Hasanuddin tidak menjawabnya secara tegas, tidak membenarkan, tetapi juga tidak membantah.
"Itu nanti saya enggak mau bicara soal yang menyangkut pribadi saya. Kalau mau tanya, soal pekerjaan saya saja," katanya.
Hasanuddin juga berusaha menghindar dan melepaskan diri dari kerumunan wartawan.
Ia menolak memberikan jawaban pasti karena ada banyak kemungkinan kesamaan nama Bunda Putri atau Non Saputri seperti yang disebutkan.
"Pertanyaan yang dimaksud makhluk Allah namanya Bunda, saya tidak mengerti, kan banyak. Nama bisa sama, siapapun bisa mirip. Pastikan dulu. Saya enggak mau ditanya soal rumah tangga saya, clear," kata dia.
Konstruksi perkara yang menjadikan Hasanuddin Ibrahim tersangka
Dalam konstruksi perkara, disampaikan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, sekira 2012, Eko Mardiyanto selaku PPK mengadakan rapat pembahasan bersama Hasanuddin selaku Dirjen Holtikultura sekaligus KPA (Kuasa Pengguna Anggaran).
Di antaranya terkait anggaran dan pelaksanaan proyek lelang pengadaan fasilitasi sarana budidaya mendukung pengendalian OPT tahun anggaran 2013.
"Dalam rapat tersebut, diduga ada perintah HI untuk mengarahkan dan mengkondisikan penggunaan pupuk merk Rhizagold dan memenangkan PT HNW sebagai distributornya," kata Karyoto, Jumat (20/5/2022).
Selama proses pengadaan berjalan, lanjut Karyoto, Hasanuddin diduga aktif memantau proses pelaksanaan lelang, di antaranya dengan memerintahkan Eko untuk tidak menandatangani kontrak sampai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN-P tahun anggaran 2012 turun.
Disamping itu, Hasanuddin juga diduga memerintahkan beberapa staf di Ditjen Holtikultura untuk mengubah nilai anggaran pengadaan dari semula 50 ton dengan nilai Rp3,5 miliar menjadi 255 ton dengan nilai Rp18,6 miliar.
"Dimana perubahan nilai tersebut tanpa didukung data kebutuhan riil dari lapangan berupa permintaan dari daerah," ujar Karyoto.
Karyoto mengatakan, Hasanuddin juga turut melibatkan adiknya, Ahmad Nasser Ibrahim alias Nasser (karyawan freelance PT HNW), untuk aktif menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai formalitas kelengkapan lelang.
Selanjutnya, setelah pagu anggaran pengadaan disetujui senilai Rp18,6 miliar, proses lelang yang sebelumnya sudah dikondisikan sejak awal oleh Hasanuddin kemudian memenangkan PT Hidayah Nur Wahana sebagai pemenang lelang.
"Atas perintah HI, Eko Mardiyanto selaku PPK menandatangani berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk syarat pembayaran lunas ke PT HNW dimana faktanya progres pekerjaan belum mencapai 100 persen," tutup Karyoto.
Atas perbuatan Hasanuddin Ibrahim tersebut, diduga negara mengalami kerugian negara sejumlah sekira Rp12,9 miliar dari nilai proyek Rp18,6 miliar.
Atas perbuatannya, Hasanuddin disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang- Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
(Tribunnews.com/Daryono/Ilham Rian) (Kompas.com)