Kenangan tentang Dr Achmad Yurianto dalam Catatan Egy Massadiah: yang Tak Tampak di Layar Kaca
Statusnya sebagai juru bicara pemerintah terkait Covid-19, membuat ia tampil di televisi setiap hari.
Editor: Malvyandie Haryadi
Yang muncul ke permukaan justru kesan bahwa pemerintah lebih memperhatikan kelompok kaya dibanding kelompok miskin.
Dikotomi Kaya-Miskin
Padahal, bukan itu maksud Yuri. Justru misi yang hendak disampaikan sebaliknya.
Yakni, bahwa orang-orang kaya harus melindungi orang lain.
Sebab, pembawa virus ke dalam negeri justru orang-orang kaya yang baru bepergian ke luar negeri.
Akan tetapi, berhubung stigma masyarakat mengenai dikotomi kaya-miskin sudah begitu melekat, menjadi sangat susah meluruskannya.
Jika kemudian pemerintah memberi atensi kepada orang-orang yang bepergian ke luar negeri, jelas maksudnya bukan bentuk perhatian lebih kepada orang kaya.
Sebaliknya, justru untuk melindungi supaya tidak makin banyak warga yang terpapar.
Bisa dibayangkan, betapa Yuri kelabakan.
Antara tugas rutin menyampaikan informasi perkembangan Covid-19 terkini, dengan persepsi keliru yang terlanjur merebak di masyarakat.
Matahari tak bisa diputar arahnya. Hingga datang sekelompok profesional yang juga relawan Covid-19. Mereka tak bisa membiarkan Yuri terbang solo.
Muncullah Tb Arie Rukmantara (Unicef Indonesia), yang berinisiatif mengkoordinir media center agar lebih tertata. Ia kemudian berperan sebagai script writer untuk Yuri –dan kemudian—juga untuk dr Reisa Broto Asmoro.
Tentang pembagian tugas antara Yuri dan Reisa, kembali kita serahkan ke Arie dan kawan-kawan.
Untuk itu, Arie tidak sendiri. Ia dibantu relawan lain, Neysa Amelia dan Tasril Mulyadi yang bertugas membriefing narasumber pelengkap Yuri.