Kedubes Inggris Dinilai Tak Sensitif, Ketua Umum LDII Ingatkan soal Penyakit Akibat Perilaku LGBT
Persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) menjadi bahasan di media sosial dalam beberapa hari terakhir.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) menjadi bahasan di media sosial dalam beberapa hari terakhir.
Pasalnya, pada 17 Mei lalu, Kedutaan Besar Inggris di Jakarta mengibarkan bendera pelangi, untuk peringati Hari Antihomofobia.
Para tokoh agama dan masyarakat prihatin dengan peristiwa itu dan menganggap Kedutaan Inggris tak sensitif dengan agama dan budaya rakyat Indonesia.
Baca juga: Respons Wamenkumham soal Mahfud MD Sebut RKUHP Atur Pidana Bagi LGBT
Keprihatinan juga datang dari Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto, Selasa (24/5/2022).
Menurutnya agama samawi terutama Islam melarang praktik LGBT.
“Alquran menjelaskan dengan terang-benderang bahkan diulang-ulang kisah itu, bukan hanya dalam satu surat tapi beberapa surat. Artinya, agama Islam melarang sangat keras praktik LGBT,” tegasnya.
KH Chriswanto menyebut umat Nabi Luth yang mempraktikkan LGBT, disebut dalam Alquran sebagai orang yang melewati batas atau fasik.
Dengan penyebutan itu bagi mereka yang percaya pada hari pembalasan, mereka yang mempraktikkan LGBT menerima konsekuensi atas perbuatannya.
“Umat Nabi Luth mengalami siksa yang pedih berupa lemparan batu panas, dan tanah tempat mereka berpijak dibalik oleh Allah, seperti sebuah bencana besar,” ulasnya.
KH Chriswanto mengingatkan peringatan kepada penganut LGBT atau mereka yang gemar berzina sudah jelas dengan adanya penyakit yang menyerang kelamin.
“Beragam penyakit kelamin, salah satunya HIV/AIDS yang paling sulit disembuhkan. Semua itu jadi pertanda, bahwa penyimpangan atas perintah Allah membawa konsekuensi sosial dan pribadi,” imbuhnya.
Dalam pandangannya, LGBT merupakan hak individu namun kebebasan individu yang bertentangan dengan agama dan norma budaya tak pantas untuk dijalankan.
Chriswanto menyebut itu adalah hawa nafsu yang harus dijauhi, karena risikonya besar.