Revisi RUU PPP Dinilai Hanya Akal-akalan, Pimpinan Baleg : Kami Bahas Sudah Penuh Kehati-hatian
Kendati begitu kata Awiek, dalam mengesahkan RUU PPP tersebut, legislator sudah melakukan pembahasan dengan secara cermat.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Daryono
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi merespons penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) oleh Partai Buruh yang dinilai hanya bentuk akal-akalan hukum.
Achmad menyatakan, respons dari Partai Buruh merupakan pernyataan yang sah saja untuk diutarakan
"Ya itu hak mereka ya berpendapat kalaupun menyampaikan sesuatu ya silahkan saja," kata politisi yang akrab disapa Awiek itu saat dimintai tanggapannya, Kamis (26/5/2022).
Kendati begitu kata Awiek, dalam mengesahkan RUU PPP tersebut, legislator sudah melakukan pembahasan dengan secara cermat.
Baca juga: Ketua DPR Pastikan Pengesahan UU P3 untuk Tindaklanjuti Putusan MK Soal Ciptaker
Kata Awiek, DPR telah mempertimbangkan perkembangan politik hukum di masyarakat dalam mengesahkan revisi RUU tersebut.
"Namun demikian kita sudah membahas RUU PPP ini dalam penuh kehati-hatian dengan merespons perkembangan zaman, perkembangan politik hukum di masyarakat," ucap Awiek.
Jika dalam hasilnya tetap dinilai tidak memberikan dampak yang baik oleh sejumlah pihak, dirinya menyatakan kalau itu sifatnya manusiawi.
Baleg dalam pengesahan Revisi RUU PPP ini kata dia, hanya menindaklanjuti putusan dari Mahkamah Konstitusi dengan memenuhi ketentuan dalam penyusunan revisi RUU PPP tersebut.
"Kalau kemudian masih dianggap ada yang kurang ya namanya manusia kan tidak ada yang sempurna, cuma kita berusaha menindaklanjuti putusan dari MK yang mana ada klausul-klausul yang harus dipenuhi dalam menyusun revisi UU PPP," tukas Awiek.
Baca juga: Serikat Pekerja Protes Pengesahan Revisi UU PPP, Ancam Demo Besar-Besaran
Sebelumnya, Partai Buruh bersama serikat buruh secara tegas menolak disahkannya revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP).
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, pengesahan revisi UU PPP itu merupakan bentuk upaya akal-akalan hukum yang sama sekali bukan kebutuhan hukum.
"DPR bersama pemerintah melakukan revisi UU PPP hanya sebagai akal-akalan hukum agar omnibus law UU Cipta Kerja bisa dilanjutkan pembahasannya agar bisa segera disahkan," kata Said Iqbal dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Rabu (25/5/2022).
Said menambahkan, setidaknya ada dua alasan mengapa Partai Buruh dan Serikat Buruh menolak revisi UU PPP.
Pertama, dari sisi pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, revisi UU PPP tersebut bersifat kejar tayang.
"Menurut informasi yang kami terima, revisi UU PPP hanya dibahas selama 10 hari Baleg DPR RI," ucapnya.
Padahal UU PPP menurut Partai Buruh, merupakan ruh untuk membuat sebuah produk undang-undang (syarat formil) di Indonesia sesuai perintah UUD 1945.
"Kalaulah revisinya dikebut bersifat kejar tayang, bisa disimpulkan jika isi revisi sangat bermuatan kepentingan sesaat. Tidak melibatkan publik yang meluas dan syarat kepentingan dari kelompok tertentu," beber Said Iqbal.
Alasan kedua adalah, dari sisi revisi UU PPP tersebut, Partai Buruh bersama Serikat Pekerja kata Said Iqbal menilai ada tiga hal prinsip yang berbahaya bagi publik.
Khususnya bagi buruh, tani, nelayan, masyarakat miskin kota, lingkungan hidup, dan HAM. Ketiga hal tersebut yakni:
Pertama, revisi UU PPP hanya untuk sekedar memasukkan omnibus law sebagai sebuah sistem pembentukan undang-undang.
"Padahal omnibus law UU Cipta Kerja ini ditolak oleh seluruh kalangan masyarakat termasuk buruh," ucap Iqbal.
Baca juga: Presiden KSPSI Kecewa Berat DPR Sahkan UU PPP
Kedua, dalam proses pembentukan undang-undang tidak melibatkan partisipasi publik secara luas karena cukup dengan dibahas di kalangan kampus tanpa melibatkan partisipasi publik, maka sebagai undang-undang sudah dapat disahkan.
Ketiga, yang dinilainya lebih berbahaya adalah, dalam revisi UU PPP ini diduga memungkinkan dua kali tujuh hari sebuah produk undang-undang yang sudah diketuk di sidang paripurna DPR dapat berubah.
Adapun serikat buruh atau serikat pekerja yang menolak disahkannya Revisi UU PPP ini antara lain KSPI, ORI, KPBI, KSBSI, SPI, FSPMI, FSPKEP, SPN, ASPEK Indonesia, FSP ISI, dan lain-lain.
Bahkan atas penolakan itu, Partai Buruh akan kembali menggelar aksi secara besar-besaran dengan melibatkan ribuan massa di depan gedung DPR RI pada 8 Juni mendatang.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.