Laboratorium Virus Berbahaya Disebut Berada di Perkampungan Padat Jakarta, Ini Faktanya
Hasil penelusuran Tribunnews di lokasi yang disebut laboratorium Naval Medical Research Unit Two (NAMRU-2) milik Angkatan Laut Amerika Serikat (AS)
Editor: Theresia Felisiani
"Saya kurang paham," kata Nurhelmi saat ditanya Tribunnews.com soal laboratorium NAMRU-2.
Senada dengan Nurhelmi, Kapolsek Johar Baru Kompol Ari Susanto juga tak berkata banyak saat ditanya soal laboratorium tersebut.
"Silahkan bertanya kepada yang berwenang menjawab," kata Ari.
Sejumlah warga sekitar juga mengaku tidak mengetahui terkait keberadaan laboratorium seperti yang diberitakan Sputnik.
Sampai berita ini diturunkan, Tribunnews.com belum mendapatkan konfirmasi dari pihak Balitbangkes Kemenkes RI soal laboratorium tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Media resmi pemerintah Rusia Sputnik menyebut ada laboratorium biologis milik NAMRU-2, angkatan laut Amerika Serikat di Indonesia.
Laboratorium tersebut diduga tempat patogen dan virus berbahaya disimpan. Sputnik menyebut laboratoriumtersebut berada di Jalan Percetakan Negara.
Lokasinya berada di tengah perkampungan padat dan jalan yang sempit.
Kemungkinan besar tidak banyak orang yang tahu bahwa laboratorium tersebut sudah berdiri selama 40 tahun karena bentuk fisik bangunannya berupa rumah dan remang-remang.
Baca juga: Nasib Geng Motor di Bogor Usai Terjaring Patroli Polisi, Resmi Bubar Padahal Baru Berumur Setahun
Baca juga: Tangkap 2 Pengedar Narkoba, Polisi Amankan Barang Bukti Rp 2,8 Miliar hingga Buku Rekap Penjualan
Unit Penelitian Medis Angkatan Laut AS (NAMRU) berdiri di Guam pada tahun 1955 di bawah yayasan Rockefeller.
Sedangkan detasemen NAMRU-2 di Jakarta telah dibuka pada tahun 1970 untuk mempelajari penyakit menular yang berpotensi menyerang militer-militer AS di Asia.
Menurut Dr Siti Fadilah Supari, seorang spesialis kardiologi yang menjabat sebagai menteri kesehatan Indonesia dari 2004 hingga 2009, kemanjuran keseluruhan penelitian Amerika dipertanyakan.
“Meskipun mereka fokus pada malaria dan tuberkulosis, hasilnya selama 40 tahun di Indonesia tidak signifikan”, kata Siti Fadilah dikutip dari Sputnik, Sabtu (28/5/2022).
Dia menambahkan bahwa perjanjian antara Indonesia dan AS tentang pendirian laboratorium berakhir pada 1980.