Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kolaborasi Pemerintah-Korporasi Diyakini Efektif untuk Jawab Masalah Sampah Plastik

Daur ulang sampah plastik bisa jadi solusi berdampak positif bagi masyarakat, seperti penyerapan tenaga kerja dan peningkatan taraf ekonomi.

Penulis: Nurfina Fitri Melina
Editor: Bardjan
zoom-in Kolaborasi Pemerintah-Korporasi Diyakini Efektif untuk Jawab Masalah Sampah Plastik
Shutterstock
Ilustrasi mengumpulkan sampah plastik untuk didaur ulang. 

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah terus melakukan upaya mengatasi krisis sampah plastik nasional demi mencapai target pengurangan sampah hingga 30 persen dan pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada 2025.

Menurut Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sinta Saptarina, timbulan sampah plastik terus meningkat secara signifikan dalam dekade terakhir ini.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK, komposisi sampah plastik pada tahun 2021 adalah 15 % dari seluruh sampah yang dihasilkan, atau sekitar 2,8 juta ton dari 18,7 juta ton sampah yang dihasilkan 154 kabupaten dan kota di Indonesia.

Dibandingkan tahun 2011 di mana komposisinya 11 % , persentase sampah plastik nasional naik secara signifikan sebesar 5 % .

Bahkan di Kota Surabaya, hasil penelitian ITS menyatakan bahwa komposisi sampah plastik tahun 2020 sebesar 22 % dari total timbulan sampah di Kota Surabaya.

Langkah apa yang telah dilakukan pemerintah?

Mengutip indonesia.go.id, pemerintah telah mengaktifkan Kemitraan Aksi Plastik Nasional (National Plastic Action Partnership/NPAP) sebagai kolaborasi multipihak dalam upaya mencapai target nasional bebas sampah plastik pada tahun 2040.

Berita Rekomendasi

Kemitraan NPAP ini menjadi yang pertama di dunia dan menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi produksi sampah plastik.

Hingga saat ini NPAP telah berkolaborasi dengan 9 kementerian, 4 pemerintah daerah, 12 perusahaan, serta lebih dari 100 pemimpin di sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil.

Pemerintah juga telah merilis landasan hukum yang mengatur pengurangan sampah plastik oleh produsen, terutama sampah plastik, melalui Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Menurut Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), permen ini mengatur pengurangan sampah dari tahun 2020-2029 dan pemerintah fokus pada upaya pengurangan sampah plastik mulai dari sumbernya, yakni korporasi sebagai produsen plastik, serta mengatur tanggung jawab korporasi atas produknya, mulai dari perencanaan pengurangan sampah, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan.

Terdapat tiga bidang usaha yang jadi sorotan, yaitu produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman, dan juga ritel.

Pengurangan sampah seperti dimaksud dalam permen dilakukan melalui pembatasan timbulan sampah, daur ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.

Dalam peraturan tersebut, produsen diwajibkan membatasi timbulan sampah dan mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali, serta memanfaatkan kembali sampah dengan menggunakan bahan baku produksi yang dapat diguna ulang.

Hal ini dapat dilakukan para produsen dengan mulai menggunakan produk, kemasan produk, dan/atau wadah yang mudah diurai oleh proses alam serta sesedikit mungkin tidak menggunakan produk, kemasan produk, dan/atau wadah yang sulit diurai secara alami.

"Nantinya untuk mereka daur ulang menjadi bahan baku guna membuat kemasan baru atau produk lainnya," kata Sinta.

Sinta Saptarina mengatakan, saat ini belum ada data valid yang tersedia terkait tingkat daur ulang plastik kemasan minuman.

"Saat ini kami masih dalam proses pengumpulan data tersebut. Data tingkat daur ulang sampah plastik kemasan yang tersedia adalah hasil beberapa kajian," ungkapnya pada Tribunnews, Selasa (31/5/2022).

Daur ulang sampah, solusi efektif berbasis ekonomi sirkular

Ilustrasi botol AMDK berbahan PET yang bisa didaur ulang.
Ilustrasi botol AMDK berbahan PET yang bisa didaur ulang.

Pada pasal 4 Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019, disebutkan pendauran ulang sampah, terutama sampah plastik, dapat dilakukan produsen dengan cara menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang dan menggunakan bahan baku produksi hasil daur ulang.

Daur ulang sampah plastik juga bisa menjadi solusi yang memberikan dampak positif bagi masyarakat, seperti penyerapan tenaga kerja dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat berbasis prinsip ekonomi sirkular.

Melansir Kompas, konsep ekonomi sirkular adalah sistem pengelolaan ramah lingkungan yang bertujuan memaksimalkan penggunaan material secara sirkular untuk meminimalisasi produksi limbah, dengan cara memulihkan dan menggunakan kembali produk dan bahan sebanyak mungkin secara sistemik dan berulang-ulang.

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti mengatakan, ekonomi sirkular dapat menghasilkan peluang ekonomi dalam menstimulasi pertumbuhan bisnis serta menambah peluang usaha dan lapangan kerja di masyarakat.

Daur ulang sampah plastik berbasis ekonomi sirkular ini juga bisa dijalankan oleh korporasi, terutama pada produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), seperti botol plastik dan galon plastik sekali pakai.

Perlu diketahui, sampah plastik AMDK juga menjadi salah satu kontribusi timbulan sampah nasional. Temuan dari laporan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) dan lembaga riset Nielsen mencatat, produk AMDK dari korporasi atau produsen menyumbang 328.117 ton dari total sampah plastik sepanjang 2021.

Untuk mengatasi timbulan sampah plastik, produsen dapat menerapkan pendauran ulang sampah AMDK dengan berbasis ekonomi sirkular.

Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Christine Halim seperti dikutip Kompas.com mengatakan, di banyak negara maju, siklus ekonomi daur ulang limbah plastik sudah dianggap sebagai salah satu solusi pengelolaan limbah yang cukup efektif, termasuk untuk limbah plastik AMDK.

Contoh produk yang mudah didaur ulang adalah kemasan galon plastik berbahan Polyethylene Terephthalate atau PET.

"Galon plastik PET mudah sekali didaur ulang dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Penggunaan bahan ini sejalan dengan visi KLHK mengenai peta penanganan sampah melalui pendaurulangan dan pemanfaatan kembali dengan prinsip sirkulasi ekonomi," ujar Christine.

Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap material PET masih sangat tinggi karena inovasi produk berbasis PET juga terus berkembang.

Sebagai informasi, riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengungkapkan, kemasan plastik PP (Polypropylene, biasa digunakan untuk AMDK kemasan gelas) dan PET termasuk dalam jenis yang paling banyak didaur ulang.

Sebagai informasi, tingkat daur ulang sampah plastik pasca konsumsi pada 2019 adalah sebesar 0,421 juta ton atau sekitar 7 % dari jumlah sampah  plastik yang dihasilkan

Air minum berkemasan plastik PET menyumbang 23 persen total daur ulang sampah di Indonesia, sementara kemasan gelas PP sekitar 15 persen.

Riset tersebut juga memaparkan tingkat daur ulang atau recycling rate pada periode Maret-Agustus 2021 di wilayah Jabodetabek, yakni botol PET sekitar 74 persen, galon PET 93 persen, dan gelas PP kurang lebih 81 persen.

Kolaborasi antarelemen, kunci kurangi sampah plastik

Dengan begitu, dapat disimpulkan dua jenis plastik ini berkontribusi besar terhadap sirkulasi ekonomi di Indonesia.

Upaya lain yang juga dilakukan Pemerintah Indonesia adalah menggalakkan kampanye perubahan gaya hidup dan pola pikir di masyarakat. Kampanye ini bertujuan agar masyarakat lebih menyadari akan pentingnya memilih barang yang akan dipakai/konsumsi agar tidak menjadi sampah baru.

Korporasi juga dapat berperan dalam menyosialisasikan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, misalnya dengan mengedukasi masyarakat untuk berperan dalam pengurangan sampah.

Sebagaimana tertera dalam pasal 14 Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019, produsen diimbau mengedukasi kepada konsumen agar ikut berperan mengurangi sampah dengan memilih kemasan produk yang dapat dikomposkan, didaur ulang dan/atau diguna  ulang, serta menyerahkan kembali kemasan produk yang dapat didaur ulang kepada fasilitas penampungan.

Dengan begitu, kolaborasi antara pemerintah sebagai pembuat regulasi, korporasi sebagai produsen, dan masyarakat sebagai konsumen sangat penting demi terwujudnya pengelolaan sampah yang lebih terarah dan Indonesia bebas sampah plastik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas