Soal Anak di Luar Nikah, Apakah Ayah Wajib Beri Nafkah? Ini Kata Ahli Hukum
Ahli Hukum menjelaskan soal wajib atau tidaknya seorang ayah menafkahi anak di luar nikah.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini santer dibicarkan kasus gugatan pengakuan anak yang menimpa publik figur tersohor Indonesia.
Advokat sekaligus Koordinator Wilayah (Korwil) Peradi Jawa Tengah, Badrus Zaman, memberikan pandangannya akan hal tersebut.
Ia menegaskan, apabila seorang pria terbukti sebagai ayah biologis dari anak di luar nikah, pria itu tetap dinilai tidak memiliki hubungan yang sah dengan anak tersebut.
Sehingga, si pria tidak memiliki kewajiban hukum terhadap anak, baik terkait waris maupun nafkah.
Terlebih, secara hukum pria dan ibu dari si anak tidak ada hubungan sah sebagai suami istri.
Baca juga: BNPT Ungkap Densus 88 Tak Punya Perangkat Hukum untuk Tindak Pendukung Kebangkitan Khilafah
Baca juga: Dihukum Demosi, Hasil Sidang Etik AKBP Brotoseno Keluar Sebelum Listyo Sigit jadi Kapolri
Hal ini sesuai regulasi mengenai status anak di luar nikah yang diatur dalam pasal 43 UU Perkawinan No 1 Tahun 1974.
"Tidak memberi nafkah ya tidak apa-apa, karena itu sudah jelas anak dari ibunya, bukan anak dari bapak, karena dari perkawinan yang tidak sah."
"Sifatnya gugatan hanya pengakuan anak saja, secara hukum perdata itu tidak bisa, misalnya menjadi ahli waris, itu tidak bisa."
"Kecuali dia (terduga ayah) sadar kemudian dikasih, tapi dia tidak bisa sebagai ahli waris hanya bersifat hibah (pemberian sukarela)," kata Badrus dikutip dari program Kacamata Hukum Tribunnews, Kamis (1/6/2022).
Lanjut Badrus mengatakan, ada dua alternatif jika anak di luar nikah ingin mendapatkan hubungan keperdataan dengan sang ayah.
Pertama, harus ada pernikahan yang sah setelahnya dari kedua orang tua tersebut dan kemudian disertai permohonan asal-usul anak.
Kedua, anak yang diluar nikah diadopsi menjadi anak dari kedua orang tuanya itu.
"Punya anak di luar nikah tapi setelah itu ada pernikahan dari kedua orang tua tersebut, itu bisa dimohonkan, ini namanya asal-usul anak."
"Itu nanti bisa mendapatkan hak kewarisan, atau jika kedua orang tuanya sepakat ya anaknya itu diadopsi."
"Nanti setelah diangkat, sifatnya sama seperti anak sah lainnya," jelas Badrus.
Pengaturan Mengenai Kedudukan Anak
Dalam peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat dua kedudukan seorang anak.
Yakni anak sah dan anak di luar perkawinan atau pernikahan.
Anak sah merupakan anak yang dilahirkan oleh orang tua yang telah menjalani perkawinan yang sah secara agama dan hukum.
Adapun anak di luar pernikahan, terdapat dua pengertian.
Pertama, anak yang dibenihkan dan dilahirkan di luar perkawinan yang sah.
Kedua, anak yang dibenihkan di luar perkawinan, tetapi dilahirkan setelah orang tuanya melakukan perkawinan.