Partai Ummat Usul Pemilu 2024 Pakai Sistem E-Voting Blockchain, Mardani: Kurang Kuat Dasar Hukumnya
Jika ingin menerapkan mekanisme e-voting juga harus dilakukan kajian yang bertahap dalam penghitungan suara nantinya.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera turut menyoroti usulan dari Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais, yang memberikan terobosan agar mekanisme pemilihan pada Pemilu 2024 mendatang menggunakan sistem e-Voting Blockchain.
Terkait hal tersebut, Mardani menyatakan kalau usulan dari Partai Ummat itu merupakan ide yang bagus.
Hanya saja belum ada landasan atau dasar hukum yang kuat untuk menerapkan mekanisme e-voting tersebut.
"Idenya bagus. Tapi tanpa revisi UU Pemilu kurang kuat dasar hukumnya," kata Ketua DPP PKS tersebut saat dimintai tanggapannya, Jumat (3/6/2022).
Tak hanya mengenai dasar hukum, jika ingin menerapkan mekanisme e-voting itu juga kata Mardani harus dilakukan kajian yang bertahap dalam penghitungan suara nantinya.
Bahkan, prosesnya itu juga harus menggunakan mekanisme elektronik melalui e-rekap.
Oleh karenanya sistem tersebut dinilai belum tepat digunakan jika beberapa item nya tidak sedia.
"Plus ada kajian untuk bertahap dengan e-rekap," ujar Mardani.
Sebelumnya, Partai Ummat melalui tim kajiannya menyatakan kalau, mekanisme pemilu dengan melakukan e-Voting berbasis blockchain dapat menghemat keuangan negara sampai 90 triliun rupiah.
Baca juga: Komisi II DPR Sebut Aturan Final Durasi Kampanye Pemilu 2024 Diputuskan Pekan Depan
Tak hanya itu, dalam temuannya, Partai Ummat menyebut dengan menerapkan sistem tersebut diyakini juga mampu mengurangi kecurangan dan pelanggaran serta menghindari jatuhnya korban petugas pemilu seperti terjadi pada pemilu sebelumnya.
Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi yang sekaligus memimpin tim kajian e-Voting mengatakan, dari Rp 110 triliun anggaran Pemilu 2024, sebanyak Rp 76,6 triliun rupiah dialokasikan untuk KPU.
Sebesar 54,9 persen atau 42,08 triliun rupiah di antaranya akan digunakan untuk membayar honor badan ad hoc.
Di mana pada Pemilu 2019, pihaknya mencatat badan ad hoc terdiri dari 7.201 PPK, 83.404 PPS, 809.500 KPPS, 130 Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), dan 783 Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
Setiap PPK dan PPS beranggotakan tiga orang, setiap KPPS beranggotakan tujuh orang, dan masing-masing PPLN dan KPPSLN beranggotakan tiga hingga tujuh orang.
"Jika kita simulasikan, maka paling sedikit ada 5.941.054 orang dan paling banyak ada 5.944.706 orang yang masuk di badan ad hoc KPU. Tak heran jika setengah lebih anggaran KPU dipergunakan untuk honor badan tersebut. Jumlah ini belum termasuk jumlah pegawai KPU yang lebih dari 14 ribu orang," kata Ridho dikutip Jumat (3/6/2022).
Terkait hal tersebut, Ridho menyatakan bahwa timnya menemukan ada 21,97 % anggaran KPU 2024 atau sebesar 16,84 triliun rupiah akan digunakan untuk kebutuhan surat suara, formulir, tinta, sampul, kelengkapan TPS, dan lain-lainnya.
Pemilu 2019 membutuhkan 4 juta lebih kotak suara, 75 juta lebih keping segel, 51 juta lebih lembar sampul, 990 juta lebih lembar surat suara, 1,6 juta lebih alat bantu tunanetra, 2,1 juta lebih bilik suara, 1,6 juta lebih botol tinta, 62,2 juta lebih keping hologram, 561 juta lebih lembar formulir, dan 3,9 juta lebih lembar daftar pasangan calon dan daftar calon tetap.
Selanjutnya, kata Ridho, 1,02 % atau sebesar Rp781,89 miliar untuk pemutakhiran data pemilih, 1,68 % atau sebesar Rp1,29 triliun untuk pencalonan, dan 1,6 % atau sebesar Rp1,23 triliun untuk sosialisasi.
Terakhir, 18,83 % atau sebesar Rp14,43 triliun akan digunakan untuk kebutuhan pendukung seperti pembangunan atau renovasi kantor, gedung arsip, pengadaan kendaraan, gaji pegawai KPU, belanja operasional kantor, dukungan IT, dan seleksi komisioner.
Baca juga: Masa Kampanye yang Singkat Jadi Tantangan KPU Kelola Logistik Pemilu 2024
"Alokasi anggaran untuk Bawaslu adalah 33 triliun rupiah. Secara umum, dapat kita perkirakan, penggunaan anggaran oleh Bawaslu akan lebih banyak untuk kegiatan pengawasan, yang berarti tidak jauh dari kebutuhan sumber daya manusia, kegiatan, dan infrastruktur pendukung," kata Ridho.
Ridho melanjutkan paling tidak ada sekitar 834.080 pegawai Bawaslu, termasuk yang tetap dan yang ad hoc.
Pada pemilu 2019, dari total anggaran Bawaslu yang berjumlah Rp 8 triliun,964 miliar lebih di antaranya digunakan untuk belanja pegawai, seperti gaji.
Kemudian Rp 7,6 triliun lebih digunakan untuk belanja barang, seperti biaya perjalanan, dan 141 miliar lebih untuk belanja modal seperti renovasi bangunan.
Sebagai perbandingan kata Ridho, anggaran penyelenggaraan Pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019 berturut-turut adalah, 4,4 triliun, 8,5 triliun, 15,6 triliun, dan 25,6 triliun.
Dengan demikian, kata Ridho, anggaran Pemilu 2024 adalah 19 kali lipat lebih besar daripada biaya Pemilu 2004, dan tiga kali lipat daripada Pemilu 2019.