Buntut Dihambatnya 147 PMI ke Malaysia, Benny Ramdhani Diminta Belajar Penempatan yang Benar
( Apjati) minta pada Menteri KetenagakerjaanIda Fauziyah dan Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja dan posisi Kepala Badan Perlindungan Pekerja
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia ( Apjati) minta pada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja dan posisi Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani, sebab langkahnya dianggap telah menghambat proses penempatan PMI ke luar negeri, khususnya ke Malaysia yang terjadi pada tanggal 31 Mei 2022.
Sekertaris Jenderal (Sekjen) Apjati Kausar N Tanjung pada pers di kantornya menyesalkan tindakan Benny Ramdhani yang tidak mengijinkan pemberangkatan 147 CPMI dari Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan alasan kurang berdasar, Selasa (31/5/2022) lalu.
Tindakan itu diikuti dengan keterangan pers Benny Ramdhani pada Kamis (2/6/2022).
Hal yang disesalkan DPP Apjati adalah narasi yang dibangun Benny Ramdhani tidak menggambarkan hal yang sebenarnya dinarasikan oleh Benny Ramdhani.
Dimana tidak dijinkannya 147 PMI yang akan diberangkatkan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) karena PMI itu tidak menggunakan visa kerja tetapi hanya menggunakan visa rujukan.
Benny Ramdhani merujuk pasal 13 butir f, UU 18 Tahun 2017.
Ketentuan itu, menurut Kausar N Tanjung, menyebutkan bahwa untuk dapat ditempatkan di luar negeri, calon pekerja migran Indonesia wajib memiliki visa kerja.
Kausar N Tanjung menjelaskan visa rujukan yang dikeluarkan pemerintah Malaysia itu merupakan dokumen resmi ketenagakerjaan dari pemerintah Malaysia bagi pekerja asing yang bekerja di negaranya.
Baca juga: BP2MI Bantah Persulit Penempatan PMI Asal NTB ke Malaysia
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 9 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penempatan Pekrja Migran Indonesia sebagai aturan turunan UU No 18 Tahun 2017 pasal 15 menjelaskan P3MI memfasilitasi proses pengurusan visa kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan negara tujuan penempatan .
"Berdasarkan aturan itu, maka visa rujukan itu menjadi dasar hukum penempatan PMI ke Malaysia selama ini," ujarnya.
Data resmi dari BP2MI pada 2019, 2020, 2021 dan 2022 tercatat penempatan ke Malaysia dengan menggunakan visa yang sama yaitu visa rujukan.
Bahkan pada hari yang sama tidak diijinkannya 147 PMI dari NTB berangkat ke Malasyia, ada penempatan PMI dari Sumatera Utara juga menggunakan visa yang sama begitu juga 2 minggu sebelumnya.
“Jadi sebenarnya, tidak ada masalah dengan visa rujukan itu," tandas Kausar N Tanjung.
Bagi Kausar N Tanjung tindakan Benny Ramdhani ini serta konperesni pers yang digelarnya dengan narasi yang tidak tepat dan menyinggung berbagai pihak di internal pemerintah dan Negara lain menjadi pertanyaan besar.
Pelarangan Benny Ramdhani itu terjadi justru setelah MOU penempatan PMI ke Malaysia ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia dan Kementrian Sumber Manusia yang saksikan Bapak Presiden Joko Widodo dan Yang Dipertuan Agung Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yakob pada 1 April 2022.
Tindakan Benny Ramdhani ini menurut Kausar N Tanjung tidak saja berdampak pada program nasional perluasan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan serta tidak adanya kepastiaan hukum dalam berusaha akan bisa mengganggu hubungan baik kedua Negara.
Sesuai Prosedur
Kausar N. Tanjung menjelaskan, proses pengurusan dokumen 147 PMI asal NTB itu sudah melalui prosedur yang ditetapkan kedua negara.
Yaitu telah memiliki job order yang ditandatangani oleh Kedutaan Besar RI di Malaysia dan telah memiliki Surat Ijin Perekrutan (SIP) dari BP2MI dan Surat Perintah Rekrut (SPR) yang dikeluarkan Dinas yang membindangi tenaga kerja di daerah.
Setelah melakukan perekrutan juga telah melakukan identitas Pekerja (ID) dari Dinas di daerah.
Para PMI itu telah melalui wawancara dari user di Malaysia , telah lulus tes kesehatan hingga dibuatkan passport.Hal yang paling menyedihkan ke 147 CPMI tersebut telah menunggu selama 3 tahun tidak bisa berangkat karena Pandemi dan menunggu kesepakatan MOU kedua Negara serta keputusan Dirjen Tenaga Kerja.
Proses Visa di Malaysia mulai dari passport dan Medical serta dokumen pendukung lainnya di input ke FWCMS secara online ke Malaysia untuk pengurusan Visa Dengan Rujukan (VDR) ke imigrasi Malaysia dan membayar Levy ( Pajak) sesuai dengam jabatan pekerjaan.
Setelah calling visa (VDR) keluar dari jabatan Imigrasi lalu disahkan atau di endorse oleh Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta untuk mendapatkan single entry Visa agar bisa berangkat ke Malaysia sebagai pekerja yang berlaku selama 3 bulan dimana nantinya setelah di Medical kembali di Malaysia, PMI akan mendapatkan Permit bekerja selama 1 tahun dan dapat di perpanjang.
Setelah Single Entry Visa dalam bentuk stamp ( chop) di dalam masing-masing pasport CPMI lalu di upload di sisko ktkln sebagai salah satu syarat untu mendapatkan jadwal OPP dan untuk mendapatkan EKTKLN dari BP2MI.
“Seluruh CPMI telah diverifikasi seluruh dokumen dan memenuhi seluruh prosedur standar ke dua Negara yaitu sesuai dengan UU No 18 Tahun 2017 dan Permen No 9 Tahun 2029 serta regulasi pemerintah Malaysia”, tandas Kausar N. Tanjung.
Sangat Disayangkan dalam konfrensi persnya Benny Ramdhani mengatakan akan memproses hukum ketua DPD Apjati NTB H. Mahdoon yang menyampaikan hak berpendapat dan aspirasinya dalam membantu anggota APJATI dan CPMI asal NTB yang gagal terbang.
DPP Apjati tidak akan tinggal diam, tentunya akan melakukan pembelaan hukum.