PPP: UU PDP Dibutuhkan Indonesia Hadapi Serangan Siber
Hal itu disampaikan Arwani Thomafi dalam seminar yang digelar Fraksi PPP bertajuk 'Daulat Digital: Respon Negara Atas Serangan Siber'.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PPP Arwani Thomafi menyebut, kehadiran Undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia saat ini dirasa penting dan mendesak.
Utamanya, kata Arwani, dalam menghadapi serangan siber yang banyak terjadi di tanah air.
Hal itu disampaikan Arwani Thomafi dalam seminar yang digelar Fraksi PPP bertajuk 'Daulat Digital: Respon Negara Atas Serangan Siber'.
"Komisi I DPR RI sekarang ini baru kejar setoran penyelesaian RUU Perlindungan Data Pribadi. UU ini amat sangat ditunggu-tunggu kehadirannya oleh kita semua," kata Arwani, Rabu (8/6/2022).
Baca juga: Kepala BSSN Hinsa Siburian Punya Strategi dan Skenario Amankan Pemilu 2024 dari Serangan Siber
Ia menjelaskan, kedaulatan sebuah negara sebelumnya dilihat dari ketahanan dalam menghadapi serangan militer dan ideologi.
Namun, saat ini kedaulatan negara juga harus dilihat dari ketahanan terhadap serangan siber dan proxy yang berbasis digital.
Sayangnya, sampai saat ini Indonesia dikatakan belum memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur data pribadi.
Karena itu, kata Sekjen DPP PPP ini, RUU PDP menjadi konsen Komisi I DPR RI dan Pemerintah.
"Tidak mudah memang, ada beberapa tarik-menarik terutama terkait dengan lembaga atau institusi yang mengelola data yang sampai sekarang menjadi perdebatan di internal, baik di internal Panja DPR maupun dengan Pemerintah," terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Operasi Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Mayjend TNI Dominggus Pakel mengatakan, serangan siber sangat berbahaya bagi suatu negara.
Ia mencontohkan serangan siber yang pernah menimpa Negara Ukraina.
Baca juga: Kepala BSSN Ungkap 3 Lapisan Ancaman di Dunia Siber
"Pada 23 Des 2015 terjadi serangan siber berupa infeksi malware terhadap power grid Ukraina yang dilakukan oleh kelompok Black Energy mengakibatkan puluhan ribu rumah, perkantoran dan komplek industri di Ukraina tanpa listrik," terang Dominggus.
Dikatakannya, serangan cyber seperti itu bisa saja menimpa Indonesia.
Ia menyebutkan, setidaknya ada 1,3 miliar serangan siber terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2021 lalu. Oleh sebab itu, Indonesia harus siaga terhadap kejahatan siber.
"Ini menjadi konsen kita bersama, sehingga kita dari BSSN tidak bisa berdiri sendiri, harus melibatkan stakeholder terkait, karena serangan siber begitu dahsyat," tandasnya.