Akademisi Nilai Pemerintah Perlu Strategi Atur Organisasi yang Bertentangan dengan Ideoligi Negara
Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSKG UI), M. Syauqillah menilai pemerintah perlu
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSKG UI), M. Syauqillah menilai pemerintah perlu menerapkan strategi dalam konteks pembinaan warga negara yang terlibat dalam organisasi yang bertentangan dengan ideologi negara.
Itu disampaikan Syauqillah dalam Diskusi Hybrid bertajuk Negara Islam Indonesia (NII) Dahulu, Kini dan di Masa Mendatang, Selasa (14/6/2022).
“Jadi mungkin perlu adanya strategi negara dalam konteks pembinaan warga negara yang terlibat dalam organisasi-organisasi seperti Khilafatul Muslimin ini yang merupakan bagian dari varian dari Negara Islam Indoneisa,” kata Syauqillah.
Menurut dia, negara seharusnya memiliki grand strategi ketika ada suatu organisasi yang bertentangan dengan ideologi negara yang dibubarkan.
Pasalnya, organisasi itu umumnya punya ribuan massa yang sejatinya perlu dilakukan pembinaan.
Dia menganggap jika para eks organisasi terlarang itu tidak diberikan edukasi, maka berpotensi menimbulkan lahirnya perkumpulan baru.
“Karena kita patut prihatin, dari mungkin sebagian besar dominasi pelaku, pelaku memiliki latar belakang ideologi yang menginginkan berdirimya megara islam, itu secara dominan kira harus akui,” ujarnya.
“Dahulu NII sekarang Khilafatul Muslimin, nanti ada varian yang lain lagi,” lanjut dia.
Dia menganggap Khilafatul Muslimin dengan NII punya kemiripan secara keorganisasian. Keduanya, kata dia, punya paham yang bertentangan dengan pancasila hingga cenderung sebagai organisasi yang mengandung teror.
Baca juga: Polisi Masih Selidiki 30 Sekolah yang Terafiliasi ke Khilafatul Muslimin
Bahkan, sambungnya, NII dinilai menjadi induk semang bagi berbagai organisasi radikal terorisme di Indonesia.
“Ini perlu kita lihat secara cermat bagaimana selanjutnya, apa yang harus kita lakukan,” kata Syauqillah.
Indonesia sendiri sudah memiliki Undang-Undang Terorisme Nomor 5 Tahun 2018. Namun itu masih perlu diperkuat dari aspek pencegahan aksi teror.
Selain itu, ia juga menilai penting kedepannya untuk memikirkan secara regulatif ide atau gagasan yang mengkristal dalam bentuk ideologi.
“Karena idoelogi anti-Pancasila atau ideoleogi yang mungkin namanya berhaluan darul islam atau kemudian khilafah islamiyah lalu kemudian negara islam itu muncul dan harus eeperti apa negara,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menambahkan pemerintah juga perlu menyikapi penangananan di sektor hulu, apakah dengan pendekatan penegakkan hukum secara langsung sesuai dengan regulasi yang ada.
Atau, sambung dia, menggunakan lendekatan dengan memilah mana yang masuk ke dalam tindak pidana teror atau mana pula yang masih bisa menggunakan pendekatan deradikalisasi atau kontra narasi.
Baca juga: Polri Ungkap 23 Orang Ditangkap dalam Kasus Konvoi Khilafatul Muslimin
“Kami melihat masih belum ada aturan hukum secara tegas dan jelas yang mengatur tentang bagaimana aturan berkenaan dengan penyebaran ideologi dan pelaku yang menyebarkan ideologi yang anti-Pancasila atau orang yang menuebarkan ideologi negara islam, khilafah dan berbagai macam jenis, seperi apa hukumnya,” tutur Syauqillah.