Penyidik KLHK Periksa Bupati Langkat Terbit Rencana di KPK
Terbit Rencana Perangin Angin diperiksa penyidik KLHK di KPK kasus dugaan tindak pidana di bidang konservasi SDA hayati dan ekosistemnya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
Terbit pun mengklaim hanya dititipi satu satwa dilindungi, bukan tujuh seperti yang sudah diberitakan.
"Satu. Demi Tuhan itu titipan," kata Terbit.
Diketahui, kasus tujuh satwa dilindungi yang dipelihara Terbit Rencana Perangin Angin sudah naik ke tahap penyidikan.
"Benar, SPDP [surat pemberitahuan dimulainya penyidikan] sudah kami kirim ke Poldasu," kata Kepala Seksi Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera Seksi Wilayah I Medan Haluanto Ginting, Rabu (16/2/2022).
Haluanto mengatakan pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus ini, di antaranya pihak yang merawat hewan di rumah Terbit.
"Telah memeriksa beberapa saksi, antara lain saksi pelapor, pemelihara satwa, dan ahli," ujarnya.
Haluanto menyebut belum ada tersangka dalam kasus ini. Mereka masih akan melakukan gelar perkara.
"[Selanjutnya] gelar perkara," jelasnya.
Seperti diketahui, kepemilikan satwa dilindungi ini terbongkar saat KPK menggeledah rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, yang menjadi tersangka kasus suap.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang turun ke lokasi setelah mendapatkan informasi menemukan ada tujuh satwa yang dilindungi.
"Kegiatan penyelamatan berupa evakuasi didasarkan atas informasi KPK kepada KLHK tentang adanya satwa liar dilindungi Bupati Langkat nonaktif," kata Plt Kepala BKSDA Sumut Irzal Azhar, Rabu (26/1/2022).
Hewan yang diamankan itu adalah 1 ekor orang utan Sumatera, 1 ekor monyet hitam Sulawesi, 1 elang brontok, 2 ekor jalak Bali, dan 2 ekor burung beo.
Irzal mengatakan satwa yang diamankan ini dibawa ke dua lokasi berbeda.
Irzal mengatakan Bupati nonaktif Langkat itu, yang menyimpan hewan langka ini, melanggar Pasal 21 ayat 2a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990.
Dalam Pasal 40 di undang-undang itu dijelaskan pihak yang melanggar dikenai sanksi paling lama 5 tahun penjara.
"Selanjutnya proses hukumnya diserahkan kepada penyidik pegawai negeri sipil Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera," jelas Irzal.