Roy Suryo Klarifikasi Soal Foto Stupa Candi Borobudur: Seperti Ada Upaya Digiring oleh BuzzerRp
Foto stupa Candi Borobudur yang diedit mirip wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi) viral di media sosial setelah diunggah Roy Suryo.
Editor: Malvyandie Haryadi
"Bahwa twit an Roy Suryo yang memuat Meme Stupa Borobudur merupakan Meme hasil buatan orang lain, dimana meme tersebut berbentuk Kritikan dan protes yang disampaikan terkait naiknya harga tiket masuk di Candi Borobudur."
"Roy Suryo didalam Captionnya sudah jelas menerangkan bahwa Meme tersebut adalah Editan karya Netizen (alias Orang lain) dan terhadap meme tersebut, Roy Suryo sedikitpun tidak memiliki niat untuk menghina Golongan tertentu, melainkan kritikan terkait kebijakan kenaikan harga oleh Pemerintah di Candi Borobudur karena Roy Suryo ikut merasakan kesusahan masyarakat terkait kebijakan tersebut."
Dalam keterangannya, kuasa hukum Roy Suryo menyebut postingan tersebut ada upaya untuk digiring oleh pihak-pihak tertentu (BuzzerRp) ke arah kebencian dan Permusuhan, oleh karenanya postingan tersebut telah di take down dengan kesadaran sendiri dan atas Itikad yang baik oleh Roy Suryo, dan Roy Suryo telah memberikan klarifikasi langsung terkait sumber meme stupa tersebut dengan melampirkan akun asli serta link yang memposting meme Stupa Borobudur tersebut sebelumnya.
"Bahwa dikarenakan kritikan dan protes tersebut malahan sudah digiring opini oleh pihak-pihak tertentu sehingga untuk mencegah postingan tersebut disalahtafsirkan warga masyarakat, dengan ini Roy Suryo akan melakukan tindakan hukum secara konstitusional untuk menjaga ketertiban ditengah-tengah masyarakat dengan melaporkan peristiwa tersebut kepada aparat penegak hukum."
Dalam keterangan itu juga ditambahkan, dikarenakan Roy Suryo bukanlah yang membuat meme stupa tersebut dan hanya sebatas Saksi atas adanya meme stupa mengenai kenaikan harga tiket candi Borobudur, maka dengan ini TIM PENASEHAT HUKUM Berpandangan Roy Suryo tidak dapat dimintai pertanggung jawaban pidana Karena Bukan Pelaku, dengan dasar hukum:
Pasal 10 Ayat 1 Dan Ayat 2 UU Nomor 31 tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi & Korban, Menegaskan sebagai berikut:
Pasal 10:
(1) Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.
(2) Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap".
Bahwa juga Berdasarkan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/2/11/2021 tertanggal 19 Februari 2021, dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan, Polri senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari adanya dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif, dengan memedomani hal-hal sebagai berikut:
- Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya.
- Memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat.
- Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber.
- Serta dalam menerima laporan dari masyarakat, harus membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil.
Serta, berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.