MK Sebut Perubahan UU 7/2020 Tak Perlu Partisipasi Publik Demi Jaga Esensi Substansi
Menurut Mahkamah, tak lagi relevan jika proses pembahasan RUU masih mensyaratkan partisipasi publik yang ketat.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji formil dan materiil UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang diajukan oleh Dosen Fakultas Hukum UII, Allan Fatchan Gani Wardhana.
Dalil Pemohon dalam gugatan ini menyoal inkonstitusionalitas tata cara perubahan UU 7/2020.
Pemohon mendalilkan bahwa proses pembentukan UU 7/2020 telah melanggar asas pembentukan undang-undang yaitu asas keterbukaan
Sehingga UU tersebut dipandang dibentuk tanpa partisipasi publik dan proses pembahasannya dilakukan tertutup dengan waktu sangat terbatas
Baca juga: MK Tolak Gugatan Soal Inkonstitusionalitas Tata Cara Perubahan UU MK
Baca juga: Sidang Perdana Pengujian UU Pemilu di MK, PSI Persoalkan Perbedaan Verifikasi Parpol
Dalam perkara nomor 90/PUU-XVIII/2020 tersebut MK menegaskan bahwa perubahan tersebut adalah dalam rangka menindaklanjuti putusan MK.
Sehingga menurut Mahkamah, tak lagi relevan jika proses pembahasan RUU masih mensyaratkan partisipasi publik yang ketat.
"Hal ini dimaksudkan agar esensi perubahan tersebut sepenuhnya mengadopsi substansi putusan MK," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih di persidangan, Senin (20/6/2022).
Selain itu Enny juga menjelaskan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, RUU Perubahan Kedua UU Nomor 24 Tahun 2003 telah masuk dalam daftar Prolegnas tahun 2015-2019.
Menurut Mahkamah, tata cara perubahan UU tersebut yang telah mendasarkan pada daftar kumulatif terbuka sebagai tindak lanjut beberapa putusan MK, maka tata cara perubahan UU 7/2020 tak lagi relevan untuk dipersoalkan.
"Penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa usulan RUU jika masuk dalam daftar kumulatif terbuka sesungguhnya dapat dibentuk kapan saja dan tidak terbatas jumlahnya sepanjang memenuhi kriteria yang terdapat dalam Pasal 23 ayat (1) UU 12/2011," terang Enny.
Dalam putusannya, MK menolak gugatan formil dan materiil perubahan UU 7/2020.
Pemohon dinilai tak punya kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian materiil, dan pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.
"Mengadili, dalam pengujian formil, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Dalam pengujian materiil, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Konstitusi, Anwar Usman membaca amar putusan. (*)