Komisi III DPR Tak Pungkiri Perubahan RKUHP Ulang Kembali Semangat Kolonialisme
Nasir Djamil tidak memungkiri bahwasanya sejumlah norma dalam perubahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) membawa semangat kolonialis
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil tidak memungkiri bahwasanya sejumlah norma dalam perubahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) membawa semangat kolonialisme.
"Memang tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada sejumlah norma di dalam perubahan RKUHP yang sebagian orang memandang bahwa ini seperti mengulang kembali semangat kolonialisme," ucap Nasir dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Quo Vadis RKUHP, Sabtu (25/6/2022).
Pernyataan Nasir tersebut menanggapi apa yang sebelumnya disampaikan pakar hukum tata negara Bivitri Susanti.
Baca juga: Aktivis HAM Minta DPR Lebih Aktif saat Bahas RKUHP Bareng Pemerintah
Salah satu pelopor pendirian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PHSK) ini memandang banyak pasal krusial di dalam RKUHP yang mereproduksi semangat kolonialisme Belanda.
Bivitri tidak melihat urgensi RKUHP jika isinya tidak baru dan mengikuti paradigma lama.
Ia lantas mencontohkan sejumlah pasal "kolonialisme" seperti penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240 RKUHP), penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 dan 354 RKUHP), serta penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi tanpa izin (Pasal 273 RKUHP).
"Pasal harkat dan martabat presiden itu dulu ya dibuat karena kita sebagai pribumi yang dianggap tidak beradab dan dirasa perlu ditertibkan karena suka menghina ratu. Jadi paradigma lama tuh, tapi direproduksi sekarang, kita bukan pribumi versus penjajah," katanya.
Meski begitu, Nasir mengaku semuanya kembali lagi kepada pendapat masing-masing individu.
Pihaknya meminta agar ada titik temu antara parlemen dan masyarakat sipil agar tercapai pemahaman yang sama terkait pasal-pasal krusial dalam RKUHP.
Menurutnya, Komisi III DPR telah mengundang wakil dari pemerintah untuk membahas kelanjutan nasib RKUHP terkait apakah menerapkan sistem carry over atau pembahasan ulang.
Penerapan sistem carry over ini dimaksudkan agar pembahasan RUU tidak dimulai dari awal, namun bisa meneruskan draft dari kepengurusan periode yang lalu.
Pasalnya, RKUHP batal disahkan pada DPR periode 2014-2019.
"Memang ada sebagian ada yang dibahas kembali, saya termasuk yang meminta agar ini dibuka kembali diberi ruang kepada elemen sipil untuk berpartisipasi," kata Nasir yang juga politikus PKS.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.