Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tanpa Adanya Kapal dan Pelaut Sulit Bagi Bangsa Indonesia Berdaulat di Laut Secara Utuh

Pengamat maritim, Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, Indonesia memiliki potensi sebesar Rp 1.700 triliun dari sumber daya maritim

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Tanpa Adanya Kapal dan Pelaut Sulit Bagi Bangsa Indonesia Berdaulat di Laut Secara Utuh
Istimewa
Pengamat maritim, Marcellus Hakeng Jayawibawa menyebut Indonesia memiliki potensi sebesar Rp 1.700 triliun dari sumber daya maritimnya jika bisa dikelola secara maksimal. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat maritim, Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, Indonesia memiliki potensi sebesar Rp 1.700 triliun dari sumber daya maritim jika bisa dikelola secara maksimal.

Sayangnya, sampai tahun 2020, Indonesia baru mampu mengelola 10 persennya dan sebagian besar masih dalam bentuk barang mentah.

"Karena itu tidak mengherankan bila banyak kapal penangkap ikan asing yang membuat kacau wilayah maritim Indonesia, mencoba mengambil ikan tanpa izin," kata Hakeng saat peringatan Hari Pelaut Sedunia atau ‘Day of the Seafarer’ yang tepat jatuh tanggal 25 Juni 2022 di Jakarta, Sabtu (25/6/2022).

Bahkan ada juga penjaga pantai dan kapal militer dari negara lain terutama yang menjadi sorotan adalah negara China yang ikut masuk ke perairan ZEE Indonesia.

Baca juga: Pengamat Maritim: Penambahan Kapasitas Penumpang hingga 75 Persen Daya Tampung Kapal Berbahaya

Dari gambaran tersebut kehadiran kapal asing jelas dapat mengganggu stabilitas dan kedaulatan negara.

Sehingga, pemerintah Indonesia harus mampu menjaga wilayah maritim dengan memaksimalkan peran dan kehadiran para pelaut dan nelayan Indonesia.

Berita Rekomendasi

"Dengan melibatkan para pelaut dan nelayan Indonesia maka secara tidak langsung mereka akan menjadi penjaga kedaulatan negara Indonesia di area operasional kapal-kapalnya. Di sini sebetulnya esensi Pasal 30 ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen kedua, yaitu sistem hankamrata yang dapat diterapkan pula di dunia Maritim," kata Hakeng.

Baca juga: Pengamat Maritim Sebut Konflik Rusia-Ukraina Berdampak Bagi Dunia Kemaritiman dan Pelaut Indonesia

Tak dapat dipungkiri pelaut adalah pekerja kunci yang memiliki peran penting sebagai tulang punggung perekonomian Bangsa Indonesia karena tanpa adanya kapal dan pelaut, maka sulit bagi Bangsa Indonesia berdaulat secara utuh.

"Apalagi total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta kilometer persegi (km2), dengan 5.80 km2 adalah lautan atau 67 persen wilayah Indonesia adalah perairan. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lautan, yang memiliki potensi akan kekayaan hasil lautnya," katanya.

Sekretaris Jenderal di Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim Indonesia (FORKAMI) ini mengatakan, pelaut memainkan peranan vital dalam dunia pelayaran sejak dahulu, saat kini hingga masa depan.

Mengutip data dari Kementerian Perhubungan per tanggal 8 Februari 2021, saat ini terdapat hampir 1,2 juta pelaut Indonesia sehingga jika gaji para pelaut Indonesia di luar negeri berkisar antara Rp 10,5 juta maka Indonesia memiliki potensi devisa sebesar Rp 151 triliun rupiah.

Ditambahkan Hekeng, melihat peran strategis pelaut maka di momen Hari Pelaut Dunia tahun 2022 sudah saatnya Pemerintah dapat meningkatkan perlindungan bagi profesi pelaut Indonesia dimanapun mereka bekerja sebab hingga saat ini, profesi pelaut masih membutuhkan instrumen peraturan pendukung lain guna melindungi profesi yang dijalankan.

Kehadiran UU no 18 tahun 2017, dan diikuti PP No. 22 tahun 2022 terkait ‘Pekerja Migran’ dapat dilihat sebagai bentuk perhatian dari Pemerintah terkait problematik yang dialami oleh Pelaut sebagai Pekerja Migran saat berada di luar negeri yang patut mendapat apresiasi.

Tapi jika kita melihat bahwa sebelumnya sudah ada : UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, UU No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran, UU No. 15 tahun 2016 tentang Pengesahan Marine Labour Convention, PP No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan dan PM KKP No. 42 tahun 2016 tentang perjanjian kerja laut bagi awak kapal perikanan.

"Maka sebetulnya yang lebih dibutuhkan oleh Pelaut Indonesia adalah sebuah undang-undang yang mampu merajut semua peraturan tersebut, karenanya saya mendorong Pemerintah guna merangkumnya menjadi satu undang-undang saja yaitu UU Pelaut," kata Hakeng.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas