Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tertipu Uang Setengah Miliar, Korban Indosurya Curhat Uangnya Untuk Berobat Hingga Biaya Hidup

Kris (56) salah satu korban Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya asal Jakarta menuntut agar Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung RI membantu ganti rugi

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tertipu Uang Setengah Miliar, Korban Indosurya Curhat Uangnya Untuk Berobat Hingga Biaya Hidup
Ist
Tertipu Uang Setengah Miliar, Korban Indosurya Curhat Uangnya Untuk Berobat Hingga Biaya Hidup 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kris (56) salah satu korban Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya asal Jakarta menuntut agar Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung RI membantu ganti rugi uang nasabah.

Curhatan itu disampaikan oleh Kris saat menghadiri aksi unjuk rasa bersama ratusan korban KSP Indosurya di depan Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (28/6/2022).

Awalnya, dia bercerita bergabung menjadi nasabah Indosurya sejak 2018 lalu.

Semula, pembayaran yang dibayarkan oleh pengurus Indosurya lancar kepada dirinya dan nasabah lainnya.

"Bergabung sejak 4 tahun yang lalu, awalnya tidak ada masalah. Saya pikir ini investasi jangka panjang kita," kata Kris saat berbincang dengan Tribunnews.com saat aksi unjuk rasa di depan Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (28/6/2022).

Namun belakangan, kata Kris, pembayaran uang kepada nasabah mulai macet sejak akhir 2019.

Baca juga: Gelar Aksi di Depan Mabes Polri, Korban Indosurya Tuntut Kapolri Benahi Oknum Anggotanya

Mereka berdalih macetnya pembayaran tersebut karena terdampak Covid-19.

Berita Rekomendasi

"Macetnya mulai 2019 sejak mau Covid, entah dia memanfaatkan dengan alasan seperti itu," ungkap dia.

Padahal, Kris menyatakan bahwa uang tersebut merupakan tabungan yang dikumpulkannya dari kerja hingga pensiun. Uang itu bakal digunakan untuk berobat hingga biaya hidup.

Ratusan korban Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya menggelar aksi unjuk rasa di depan Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (28/6/2022).
Ratusan korban Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya menggelar aksi unjuk rasa di depan Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (28/6/2022). (Tribunnews.com/Igman)

"Ini bukan uang kecil bahwa uang nasabah yang dicari seumur hidup untuk berobat dan untuk biaya hidup. Lebih dari setengah miliar lebih uang mulai kerja sampai pensiun. Harapannya uang kembali. Uang kita kembali," jelas dia.

Lebih lanjut, Kris menyatakan bahwa dirinya membandingkan kerugian kasus Indosurya dengan kasus korupsi Garuda Indonesia yang tengah ditangani Kejaksaan Agung RI. Menurutnya, kasus Indosurya disebut mencapai Rp36 triliun.

"Ini lebih besar dari kasus Garuda. Coba Pak Jaksa Agung, ini Garuda hanya Rp8,8 triliun. Udah gila itu. Masa tersangkanya mau dibebasin gitu aja?," ungkap dia.

Secara hukum, kata Kris, bebasnya Bos Indosurya Henry Surya Ca memang tak melanggar. Namun begitu, seharusnya Polri dan Kejaksaan RI harus bisa menyelesaikan berkas perkara sebelum para tersangka bebas.

"Kalau dengan itu secara hukum memang benar, tapi kan perkara tidak bisa seenaknya gitu aja. Ya kalau semuanya menjalani seperti itu. Bayangkan uang segitu bisa bangun mall juga bisa bukan uang kecil itu dia itu Rp36 triliun," pungkas Kris.

Diberitakan sebelumnya, Henry Surya, Bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang juga tersangka investasi bodong dikabarkan bebas dari Rutan Bareskrim Polri pada Jumat (24/6/2022) malam.

Kabar itu dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan. Menurutnya, Henry Surya dibebaskan karena masa penahanannya habis selama 120 hari.

"Iya (Henry Surya bebas), masa tahannya habis selama 120 hari," kata Whisnu saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Sabtu (25/6/2022).

Whisnu menyatakan bahwa bebasnya Henry Surya lantaran berkas perkaranya terkait kasus investasi bodong masih belum rampung. Berkas tersebut masih tengah diteliti oleh pihak Kejaksaan RI.

"Berkas perkaranya belum dibalikan dari jaksa ke Polri," jelasnya.

Lebih lanjut, Whisnu menambahkan bahwa Polri masih menunggu berkas perkara Henry Surya diteliti oleh pihak Kejaksaan. Dia bilang, kendala penanganan berkas perkara bukan ada di Polri.

"Tunggu dari jaksa, penyidik Polri tidak ada kendala, mungkin kendalanya ada di Jaksa," pungkasnya.

Pembelaan Kejagung

Kejaksaan Agung RI mengklarifikasi mengenai kabar Bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya dinyatakan bebas dari Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Jumat (24/6/2022) malam.

Hal tersebut sekaligus menanggapi pemberitaan dengan judul "Polisi Benarkan Bos Indosurya Henry Surya Dibebaskan dari Rutan Bareskrim Polri, Masa Rahanan Habis" yang diterbitkan Tribunnews.com pada Sabtu (25/6/2022).

Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana menyatakan bahwa berkas perkara Henry Surya dan dua tersangka kasus Indosurya lainnya masih dinyatakan belum lengkap.

"Sebagaimana diatur dalam Pasal 110 Ayat 2 KUHAP, Penuntut Umum berpendapat bahwa berkas perkara atas nama Tersangka HS, Tersangka JI, dan Tersangka SA dinyatakan belum lengkap dan belum memenuhi syarat formil dan materiil," kata Ketut dalam keterangannya, Sabtu (25/6/2022).

Ketut menjelaskan bahwa berkas perkara Henry Surya Cs telah dikirimkan kembali kepada Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI pada Jumat 24 Juni 2022.

Hal itu sesuai dengan nomor surat B-2472/E.3/Eku.1/06/2022 atas nama Tersangka SA, B-2473/E.3/Eku.1/06/2022 atas nama Tersangka JI, dan B-2474/E.3/Eku.1/06/2022 atas nama Tersangka HS. Berkas itu dilimpahkan pada Jumat (24/6/2022) kemarin.

"Kewenangan untuk melakukan penahanan terhadap seorang Tersangka sebaiknya dilakukan secara selektif khususnya apabila perkara tersebut masih tahap penyidikan dalam proses kelengkapan berkas perkara. Terkait dengan keluarnya Tersangka demi hukum, dapat disampaikan bahwa hal tersebut tidak dapat mendesak Jaksa untuk menyatakan berkas perkara lengkap," jelas dia.

Dalam penanganan setiap perkara, kata Ketut, diperlukan koordinasi dan komunikasi intensif guna mengantisipasi kesalahan yang dapat terjadi dalam penegakan hukum. Termasuk, sikap kehati-hatian yang dilakukan dalam penelitian dan menerbitkan P-21.

"Adalah untuk perlindungan korban dan HAM serta meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses pembuktian di persidangan," pungkasnya.

Seperti diketahui, KSP Indosurya Cipta terlilit kasus gagal bayar simpanan dan penghimpunan dana ilegal. Dua orang pimpinan KSP Indosurya, yakni Henry Surya dan June Indria sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. 

Sedangkan seorang lainnya, Suwito Ayub berhasil buron dengan dalih mengaku sakit saat akan diperiksa.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 46 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tentang Perbankan dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4. 

Selain itu, Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 

Tercatat, ada 14.500 investor yang menaruh dananya di KSP Indosurya Cipta. Dana dihimpun dari belasan ribu nasabah ditaksir mencapai Rp 37 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas