Jenderal Dudung Tutup Seminar Nasional ke-6 TNI AD, Ini Hasilnya
1.095 peserta seminar mendengarkan pemaparan dari 8 narasumber yang mengangkat berbagai topik terkait upaya menyelaraskan doktrin operasi militer.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman menutup secara resmi Seminar Nasional ke-6 TNI AD Tahun 2022 bertema “Reaktualisasi Doktrin Operasi Militer Matra Darat Dalam Menghadapi Ancaman Perang Masa Kini dan Masa Depan” di Gedung Prof Dr Satrio Seskoad, Bandung pada Selasa (28/6/2022).
Sepanjang pelaksanaan seminar pada 27 sampai 28 Juni 2022 tersebut, 1.095 peserta seminar telah mendengarkan pemaparan dari delapan narasumber yang mengangkat berbagai topik terkait upaya menyelaraskan doktrin operasi militer di Angkatan Darat dengan perkembangan masa kini dan tantangan tugas di masa yang akan datang.
"Berbagai perspektif yang disajikan para narasumber menjadi masukan berharga bagi TNI AD untuk memperkaya rumusan perubahan doktrin operasi militer matra darat, peningkatan strategi kemampuan intelijen, pembinaan teritorial, hingga konsepsi taktik bertempur prajurit Kartika Eka Paksi di masa kini dan mendatang," kata keterangan resmi Dinas Penerangan TNI AD pada Selasa (28/6/2022).
Dari penyelenggaraan Seminar Nasional ke-6 TNI AD Tahun 2022 pada hari pertama terdapat empat hal yang dapat disimpulkan.
Pertama, dalam membangun sebuah kekuatan, diperlukan kesiapan (readiness) untuk berperang kapanpun juga, serta bagaimana keberlangsungannya dengan wawasan pertahanan yang harus terus dipersiapkan.
Konsepsi Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang berfokus pada kemanunggalan TNI dengan rakyat, hingga saat ini masih relevan untuk diterapkan, namun perlu penyesuaian pada doktrin pelaksanaannya.
Selain itu, terkait modernisasi, perlu dibangun postur pertahanan yang ideal dan post recruit-nya atau penguatannya, termasuk di tingkat Batalyon dan Kompi.
Kedua, terdapat diskursus akademik menarik yang intinya mengatakan bahwa pertahanan tidak selalu harus bersifat defensif (offensive approach juga bisa menjadi opsi lain).
Doktrin tersebut harus menjadi patokan awal, paradigma, dan roh dari peperangan tentunya dengan bertumpu pada strategic beliefs yang dimiliki oleh para pemimpin TNI AD.
Ketiga, prajurit TNI tidak cukup bermodalkan militansi, melainkan juga harus intelektual.
Keempat, peperangan saat ini sudah memasuki generasi ke-5 dengan kompleksitas yang terus meningkat.
Selanjutnya, peperangan darat saat ini menjadi multidimensi sehingga tidak bisa jika hanya mengandalkan TNI sendiri saja, melainkan TNI harus menjalin kedekatan dengan rakyat.
Hal tersebut sesuai dengan hasil survei selama empat tahun berturut-turut dari beberapa lembaga survei yang selalu menempatkan TNI di peringkat satu sebagai lembaga negara yang paling dipercaya publik.
Sementara dari hasil diskusi panel seminar di hari kedua diperoleh empat kesimpulan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.