Begini Nasib Komcad yang Telah Dilatih Jika Gugatan Terkait UU PSDN Dikabulkan Mahkamah Konstitusi
Al Araf memprediksi nasib Komponen Cadangan (komcad) yang telah dilatih bila gugatan Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Keamanan dikabulkan MK.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Senior Imparsial sekaligus Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf memprediksi nasib Komponen Cadangan (komcad) yang telah dilatih bila gugatan Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Keamanan dikabulkan MK.
Diketahui Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Keamanan menggugat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (PSDN) ke Mahkamah Konsitusi (MK).
Menurut Al Araf setidaknya ada tiga implikasi normatif bila gugatan tersebut dikabulkan.
Pertama, kata dia, personel komcad hanya akan dapat dikerahkan untuk menghadapi perang atau situasi darurat perang.
Hal tersebut, kata dia, karena berdasarkan UU PSDN Komcad dapat dikerahkan juga untuk menghadapi ancaman non militer dan hibrida.
Hal tersebut disampaikannya dalam Peluncuran Buku dan Diskusi Publik bertajuk Telaah Kritis UU 23/2019 tentang PSDN dalam perspektif politik, hukum, dan keamanan yang digelar Imparsial di kawasan Tebet Jakarta Selatan, Kamis (30/6/2022).
Baca juga: Pendidikan dan Pelatihan Komcad Angkatan Laut Diperkirakan Selesai 2 Bulan Lagi
"Karena itu (UU PSDN) bertentangan dengan konstitusi khususnya tentang asas kepastian hukum. Artinya kalaupun itu ada, pelatihan itu, itu hanya buat perang, tidak untuk yang lain. Jadi tetap berlaku," kata Al Araf.
Kedua, kata dia, tidak ada sanksi pidana bagi personel komcad yang menolak dimobilisasi.
Menurutnya, UU PSDN saat ini melanggar prinsip conscientious objection di mana warga negara atas dasar keyakinan agama dan politik boleh untuk menolak mobilisasi untuk perang.
Baca juga: Menteri Pertahanan Prabowo Ungkap Alasannya Lanjutkan Program Komcad
Ketiga, kata dia, norma terkait penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dalam UU PSDN tidak berlaku.
"Orang di banyak negara pengaturan komponen cadangan, wajib militer itu hanya manusia tidak terkait dengan sumber daya alam. Kalau terkait sumber daya alam akan menimbulkan konflik agraria," kata dia.
Pada prinsipnya, kata Al Araf, gugatan yang diajukan koalisi kepada MK terkait UU PSDN menghendaki agar implementasi terhadap UU PSDN ditunda dan pemerintah fokus untuk memperkuat komponen utama yakni TNI dalam hal alutista dan kesejahteraan prajurit.
Baca juga: Keberadaan Komcad TNI Dinilai Penting untuk Perkuat Sistem Pertahanan Semesta
Koalisi, kata dia, dalam gugatannya tidak menolak UU PSDN secara keseluruhan, tapi hanya menguji konstitusionalitas terhadap beberapa pasal di konstitusi yang bertentangan dan juga meminta MK memutuskan beberapa pasal tersebut konstitusional bersyarat.
"Karena sebenarnya kita lebih fokus untuk memperkuat komponen utamanya. Nanti 15 sampai 20 tahun lagi baru kita diskusi soal-soal isu komponen cadangan. Kita dari Koalisi memandang bahwa belum urgent komponen cadangan. Lebih urgent memperkuat komponen utama, alutsista, dan kesejahteraan prajurit," kata dia.
Dilansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi RI, mkri.id, sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) terhadap UUD 1945 digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (22/7/2021) pagi.
Permohonan perkara yang teregistrasi Nomor 27/PUU-XIX/2021 diajukan oleh empat lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tiga orang warga.
Empat LSM dimaksud adalah Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Kebajikan Publik Indonesia, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia.
Para Pemohon mengujikan Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU PSDN.
Dalam sidang, kuasa hukum pemohon di antaranya mengatakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 29 UU PSDN telah menciptakan situasi ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 28D Ayat (1) sekaligus Pasal 30 Ayat (2) UUD 1945.
Situasi ketidakpastian hukum akibat rumusan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU 23/2019 mutatis mutandis dinilai juga berdampak pada kekaburan rumusan norma Pasal 29 UU 23/2019, yang mengatur perihal mobilisasi komponen cadangan untuk menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida.