ACT Dibidik Polri: Mulai dari Gaji Petinggi Rp 250 Juta hingga Mobil Mewah, Ini Permintaan Maafnya
Berikut kronologi polemik ACT ini membuncah ke permukaan, jadi perbincangan publik hingga mulai dibidik Polri.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga kemanusian Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan setelah sebuah media nasional membuat laporan mengenai dugaan penyalahgunaan donasi yang diberikan masyarakat.
Dalam laporan itu diberitakan pula petinggi ACT mendapatkan gaji fantastis hingga ratusan juga rupiah per bulan.
Petinggi ACT juga disebut mendapat fasilitas mobil mewah.
Bahkan disebut gaji CEO ACT mencapai Rp250 Juta per bulan.
Alhasil, ACT kemudian trending di twitter pada Senin (4/7/2022) dini hari dan dipelesetkan namanya menjadi Aksi Cepat Tilep.
Berikut kronologi polemik ACT ini membuncah ke permukaan, jadi perbincangan publik hingga mulai dibidik Polri.
1. Awal Mula
Kronologi viralnya kasus ACT ini bermula sebuah sampul Tempo yang bertuliskan "Kantong Bocor Dana Umat."
Masih dalam unggahan yang sama ada juga sampul tertulis filantropi ACT limbung karena berbagai penyelewengan.
Baca juga: Presiden ACT Sampaikan Permohonan Maaf ke Masyarakat, Sebut Sudah Lakukan Perbaikan
Ada juga dugaan pendiri dan pihak pengelola ACT menggunakan donasi masyarakat untuk kepentingan pribadi.
Beredar juga tulisan yang menyebut gaji bos ACT mencapai 250 juta rupiah perbulan serta fasilitas mewah untuknya.
Alhasil poin-poin di atas membuat publik wabil khusus netizen terkejut, apalagi ACT selama ini diketahui sebagai lembaga yang bergerak di bidang kemanusiaan.
Sebagian langsung mengkritik dan mempertanyakan apakah gaji bak sultan yang diterima petinggi ACT tersebut berasal dari dana sumbangan.
Seperti diketahui, sejak berdiri pada 21 April 2005 silam, ACT termasuk lembaga yang paling getol menghimpun dana masyarakat, terutama dari kalangan umat Islam.
Baca juga: Dituduh Selewengkan Dana, ACT Minta Maaf dan Sampaikan Klarifikasi
Dana umat yang dihimpun tak sekadar berasal dari sektor Ziswaf (zakat, infak, sedekah, dan wakaf), melainkan juga donasi bencana alam dan kemanusiaan.
Tak hanya di dalam negeri, ACT bahkan terkenal aktif menyalurkan donasi umat tersebut ke sejumlah negara Islam seperti Palestina.
2. Polisi mulai bergerak
Mabes Polri dikabarkan mulai bergerak menelusuri kasus ACT ini.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menyatakan pihaknya tengah mendalami soal ramainya perbincangan soal dugaan penyelewengan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, Bareskrim sudah mulai melakukan penyelidikan.
"Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu," kata Dedi saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
Kendati demikian, Dedi masih belum merincikan lebih lanjut soal proses penyelidikan yang dimaksudkannya itu.
3. Temuan PPATK
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, penyelewengan dana yang dikumpulkan ACT itu diduga juga untuk aktivitas terlarang.
"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
PPATK, kata dia, sudah memberikan laporan terkait dugaan tersebut ke aparat penegak hukum, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror.
Ivan mengatakan, pihaknya telah memproses dugaan tersebut sejak lama.
"Kami sudah proses sejak lama dan sudah ada hasil analisis yang kami sampaikan kepada aparat penegak hukum," ujar dia.
Kendati demikian, Ivan masih belum memberikan informasi lanjutan soal hasil penelusuran pihak PPATK.
"Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," tuturnya.
Adapun dikutip dari Tribunnews.com, tagar #JanganpercayaACT sempat ramai dan menjadi trending topic di Twitter sejak Senin (4/7/2022) dini hari.
Tagar itu diramaikan seiring dengan pembicaraan soal lembaga filantropi ACT yang diduga menyelewengkan dana sumbangan dari masyarakat.
Salah satu hal yang turut disorot yaitu terkait gaji CEO ACT yang jumlahnya disebut fantastis. Bahkan, para pejabat ACT juga mendapatkan berbagai fasilitas mewah.
4. Klarifikasi dan permohonan maaf ACT
Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyampaikan permohonan maafnya setelah lembaga amal itu ramai di sosial media diduga melakukan penyelewengan dana.
“Kami sampaikan permohonan maaf atas pemberitaan ini, kami ucapkan terima kasih ke majalah Tempo. Di atas semua pemberitaan itu jadi manfaat bagi kita semua,” kata Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Menara 165, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Ibnu menambahkan ACT perlu memberikan beberapa pernyataan untuk melakukan klarifikasi.
Terlebih karena ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan global yang berkiorah di 47 negara dan sepanjang tahun 2020 telah melakukan 281.000 aksi kemanusiaan.
Ibnu pun menjelaskan ACT telah melakukan restrukturisasi organisasi sejak Januari 2022, utamanya dalam menghadapi dinamika lembaga serta situasi sosial ekonomi pascapandemi.
ACT juga melakukan penggantian Ketua Pembina ACT.
Saat ini ACT terdiri dari 78 cabang di Indonesia, serta 3 representative di Turki, Palestina dan Jepang dan ACT melakukan banyak perombakan kebijakan internal.
"Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar,” ujarnya.
Adapun restrukturisasi yang dimaksud, termasuk manajemen, fasilitas dan budaya kerja.
Pergantian managemen ini dianggap titik balik momentum perbaikan organisasi dengan peningkatan kinerja dan produktifitas.
Dia mengatakan tercatat pada 2021 lalu, jumlah karyawan ACT 1.688 orang.
Sementara Juli 2022 telah dikurangi menjadi 1.128 orang.
ACT, kata dia, juga telah melakukan pengurangan jumlah karyawan untuk peningkatan produktifitas.
"SDM kita saat ini juga dalam kondisi terbaik, tetap fokus dalam pemenuhan amanah yang diberikan ke lembaga.," ujar Ibnu.
Ibnu Khajar mengatakan restrukturisasi yang terjadi juga berupa penyesuaian masa jabatan pengurus menjadi tiga tahun dan pembina menjadi empat tahun.
Selain itu, sistem kepemimpinan akan diubah menjadi bersifat kolektif kolegial yakni melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam mengeluarkan kebijakan melalui mekanisme musyawarah untuk mencapai mufakat.