Kepala PPATK: Aksi Pencucian Uang di Indonesia Banyak Dilakukan Pelaku Korupsi dan Narkotika
Aksi pencucian uang paling banyak dilakukan oleh pelaku kejahatan korupsi korupsi dan narkotika.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) paling banyak dilakukan oleh pelaku kejahatan korupsi korupsi dan narkotika.
Ivan mengatakan hal ini diketahui lewat peta risiko tindak pidana pencucian uang domestik Indonesia.
"Hasil peta risiko tindak pidana pencucian uang domestik Indonesia. Tindak pidana pencucian uang itu banyak uang itu berasal dari aksi narkotika dan korupsi," ucap Ivan dalam sambutannya pada acara Ikrar Cawang di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Senin (4/7/2022).
Menurut Ivan, selama ini biang dari korupsi itu adalah penggunaan harta kekayaan ilegal.
Baca juga: Kepala PPATK: Aksi TPPU di Indonesia Paling Dilakukan Pelaku Korupsi dan Narkotika
Dirinya menekankan pentingnya penggunaan UU TPPU untuk menindaklanjuti kasus korupsi. Penggunaan UU TPPU, menurutnya, adalah langkah untuk mencegah suburnya kasus korupsi.
"Jadi kalau jadi kalau kita bicara bahwa tindak penegakan hukum dilakukan tanpa menggunakan TPPU yaitu percuma. Cabut akarnya pohon, makin subur lagi, makin subur lagi makin, subur lagi," pungkas Ivan.
Indonesia, kata Ivan, pernah masuk dalam daftar hitam oleh Financial Action Task Force (FATF) pada tahun 2015.
FATF adalah forum kerjasama antar negara yang bertujuan untuk menetapkan standar global rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Baca juga: Kepala PPATK: Indonesia Tidak Pernah Masuk Zona Hijau Indeks Persepsi Korupsi
Saat itu, Ivan mengatakan Indonesia masuk dalam non cooperative countries and territories.
"Pada 2015, Indonesia dimasukkan di dalam daftar hitam oleh FATF. Sehingga kita pontang-panting untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam. Karena kalau tidak, kita dikenakan embargo," tutur Ivan.
Pembuatan peta risiko tindak pidana pencucian uang domestik, kata Ivan, adalah rekomendasi pertama dari FATF untuk keluar dari daftar hitam.
"Pada 2016 kita keluar dari catatan hitam, non cooperative countries and territories," pungkas Ivan.