ACT Pakai Rp 71 Miliar dari Dana Sumbangan Tahun 2020 untuk Operasional, Termasuk Gaji Petingginya
Bila dihitung dana 13,7% dengan nominal anggaran di 2020, maka ACT memakai dana operasional kurang lebih Rp 71,10 miliar. Angka yang tinggi.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden lembaga donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar mengakui jika pihaknya sempat memberikan gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden hingga Rp 250 juta per bulan.
Hanya saja, menurut Ibnu Khajar, besaran gaji tersebut diberikan pada awal tahun lalu tetapi tidak secara permanen.
"Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen," jelas Ibnu Khajar.
Kata Ibnu Khajar, kebijakan gaji sebesar itu tidak bertahan lama lantaran besaran donasi yang masuk ke ACT menurun.
Sehingga, imbuhnya, pemotongan gaji pun diberlakukan tidak hanya kepada pimpinan tapi juga karyawan ACT.
Ia menjelaskan penurunan donasi terjadi pada September 2021.
Dari mana uang Rp 250 juta untuk gaji presiden ACT?
Ibnu mengatakan, rata-rata sejak 2017 ACT memakai dana untuk operasional sekitar 13,7 persen dari seluruh dana yang terhimpun.
"Dana yang kami himpun dan operasional lembaga, kami ingin sampaikan di 2020 dana kami Rp519,35 miliar. 2005-2020 ada di web ACT, kami sampaikan untuk operasional gaji pegawai dari 2017-2021 rata-rata yang kami ambil 13,7 persen," kata Ibnu.
Sementara berdasarkan laporan keuangan tahun 2020 ACT, dana Rp519,35 miliar itu didapat dari 348.000 donatur yang paling besar diperoleh dari publik mencapai 60,1 % .
Kemudian korporat 16,7 % dan lain-lain untuk disalurkan dalam 1.267.925 transaksi.
Baca juga: Anggota DPR Desak ACT Transparansi Dana Sumbangan ke Publik: Harus Berani Buka Diri
Bila dihitung dana 13,7 % dengan nominal anggaran di 2020, maka ACT memakai dana operasional kurang lebih Rp71,10 miliar.
Ibnu berkilah anggaran sebesar itu adalah hal yang wajar dan masih sesuai aturan secara syariat Islam.
"Dalam lembaga zakat, secara syariat dibolehkan 1/8 atau 12,5 persen ini patokan kami secara umum. Tidak ada secara khusus (aturan negara) untuk operasional lembaga," ujarnya.