Anggota DPR Desak ACT Transparansi Dana Sumbangan ke Publik: Harus Berani Buka Diri
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk membuka dana sumbangan ke publik.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani mendesak lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk transparansi soal dana sumbangan.
Arsul meminta ACT membuka dana sumbangan ke publik untuk menjelasakan tak ada penyelewengan di dalam lembaga tersebut.
Menurutnya, ACT harus terbuka dan juga harus siap diaudit oleh auditor independen yang ditunjuk oleh pemerintah.
"Seyogianya kalau ACT itu clear, tidak ada penyimpangan seperti yang diduga tersebut. Maka ACT harus berani membuka diri kepada publik."
"Siap diaudit oleh auditor independen yang ditunjuk oleh pemerintah," kata Arsul, Selasa (5/7/2022) dikutip dari Kompas TV.
Baca juga: Profil Ibnu Khajar, Presiden ACT yang Bantah Kudeta dan Gaji Rp 250 Juta Sebulan
Meski demikian, Arsul Sani tetap meminta pihak ACT menjelaskan serinci mungkin ihwal dan tersebut.
"Buka juga oleh ACT sendiri paling tidak beberapa tahun ke belakang bagaimana mereka menggunakan dana filantropi atau amal yang diperoleh dari masyarakat."
"Pertanyaannya lagi mereka berani tidak untuk diaudit investigatif oleh auditor independen, termasuk untuk merespons dugaan transaksi mencurigakan terkait terorisme," ujarnya.
Kata Arsul transparansi yang dimaskud itu guna membuktikan ketidakbenaran dugaan penyelewengan dana yang disebut oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sebelumnya, Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar mengklaim, soal sumbangan dana sudah dipublikasikan melalui website ACT.
Dua Indikasi Penyelewengan Petinggi ACT
Diwartakan Tribunnews sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan PPATK sudah menganalisis adanya dugaan penyelewengan dana di ACT.
Ivan mengatakan, ada dua indikasi penyelewengan yang dilakukan oleh para petinggi ACT.
Pertama terkait transaksi untuk kepentingan pribadi, kedua transaksi untuk aktivitas terlarang.
Hasil penelusuran PPATK, kata Ivan, sudah diserahkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan, Senin (4/7/2022).
Kemensos Lakukan Pemeriksaan ACT Hari Ini
Kementerian Sosial akan memeriksa pihak lembaga amal ACT pada hari ini, Selasa (5/7/2022).
Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat mengatakan pemeriksaan bakal dilakukan oleh tim Inspektorat Jenderal Kemensos.
Harry menjelaskan, Kemensos melalui Irjen memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan sesuai Permensos No 8 tahun 2021 huruf b.
Pengawasan dilakukan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) dan Satgas Penertiban.
"Hari ini, Kementerian Sosial akan memanggil pimpinan ACT, yang akan dihadiri oleh tim Inspektorat Jenderal untuk mendengar keterangan dari apa yang telah diberitakan di media massa dan akan memastikan, apakah ACT telah melakukan penyimpangan dari ketentuan, termasuk menelusuri apakah terjadi indikasi penggelapan oleh pengelola," ucap Harry, Selasa (5/7/2022), dilansir Tribunnews.
Harry mengatakan Kemensos mempunyai kewenangan untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB).
Baca juga: Densus 88, Bareskrim Polri, BNPT hingga PPATK Bergerak Bidik Dugaan Penyimpangan Dana Umat ACT
Dikatakannya, jika perizinan tidak sesuai syarat dan indikasi penyelewengan terbukti maka Kemensos berhak mencabut izin ACT.
"Kementerian Sosial berwenang memberikan perizinan di dalam PUB."
"Apabila terdapat permasalahan dalam PUB dan permohonan izin tidak memenuhi syarat yang ditetapkan, seperti yang diberitakan tentang tindakan - tindakan yang dilakukan ACT, Menteri Sosial RI memiliki kewenangan dalam pasal 19 Permensos Nomor 8 Tahun 2021, menolak permohonan izin PUB tersebut."
"Mensos dapat menunda, mencabut, dan atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan dengan alasan untuk kepentingan umum, pelaksanaan PUB meresahkan masyarakat, terjadi penyimpangan dan pelanggaran pelaksanaan izin PUB, dan atau menimbulkan permasalahan di masyarakat," jelas Harry.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Fadil Fahlevi/Wahyu Aji) (Kompas.tv/Fadel Prayoga)