Sosok Marsma TNI Wastum, Dari Pegang Cangkul Sampai Terbangkan Pesawat Tempur
Menjadi tentara adalah cita-cita Komandan Komando Sektor III Koopsud III Marsekal Pertama TNI Wastum sejak masih kanak-kanak.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjadi tentara adalah cita-cita Komandan Komando Sektor III Koopsud III Marsekal Pertama TNI Wastum sejak masih kanak-kanak.
Bagi pria kelahiran 7 Agustus 1947 Desa Ujunggebang, Kecamatan Susukan, Cirebon Jawa Barat itu melihat sosok tentara adalah sosok idaman.
Saat kanak-kanak, Wastum hanya melihat sosok Babinsa yang bertugas di kampungnya.
Ia pun terpesona melihat Danramil yang berdiri di samping Pak Camat saat upacara HUT kemerdekaan Republik Indonesia di kampungnya.
Sehingga saat itu, sosok tentara yang ia lihat hanyalah personel TNI Angkatan Darat.
Ia pun baru mengetahui semua angkatan dalam tentara saat masuk SMA Taruna Nusantara.
Oleh karena itu, awalnya ia memilih menjadi personel Angkatan Darat, namun ternyata dari hasil psikotes ia lebih cocok menjadi personel Angkatan Udara.
Namun baginya, menjadi tentara di matra manapun sama, karena cita-citanya adalah menjadi tentara.
Sebelum menjalani kehidupan sebagai tentara, Wastum adalah seorang anak petani yang terbiasa membantu orang tuanya di sawah.
Memegang cangkul untuk mempersiapkan sawah agar bisa ditanami adalah makanan sehari-harinya.
"Saya itu pecangkul ulung ibaratnya. Saya itu hanya membantu bapak saya mencangkul di sawah, menyiapkan ladang, ibu saya mengantar, sesimple itu kehidupan saya sebelumnya. Sampai saya Taruna, saya masih mencangkul," kenang Wastum di kanal Youtube Jenderal Andika Perkasa pada Kamis (7/7/2022).
Baca juga: Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa Kirim Karangan Bunga untuk Prada Beryl, Korban KKB Papua
Ia pun mengaku sedikit melanggar aturan ketika itu dengan mengenakan pakaian olah raga ketika membantu bapaknya di sawah sebab seorang Taruna dilarang pakai baju sipil kalau pulang ke kampung.
Wastum terpaksa melepaskan seluruh atribut Taruna untuk membantu ayahnya menggarap sawah karena baginya tidak mungkin mencangkul di sawah sambil mengenakan atribut Taruna di kampungnya.