Dua Cara Mengenali Informasi Benar atau Hoaks di Internet
Pengguna internet dapat memeriksa kebenaran informasi yang kita peroleh dengan dua cara, yaitu dengan cara manual dan dengan menggunakan alat bantu.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, BALIKPAPAN - Gencarnya arus informasi lewat internet membuat publik sulit membedakan mana informasi yang benar dan mana yang palsu atau hoaks.
Relawan MAFINDO Nina Ulfah Nulatutadjie mengatakan, pengguna internet dapat memeriksa kebenaran informasi yang kita peroleh dengan dua cara, yaitu dengan cara manual dan dengan menggunakan alat bantu.
"Cara manual dapat dilakukan dengan mengenali ciri-ciri hoaks serta melihatnya secara visual, sementara untuk alat bantu, kita dapat menggunakan situs atau aplikasi pemeriksa fakta yang tersebar di internet saat ini,” kata Nina saat webinar Kebal Hoaks: Ayo Jadi Netizen Kritis! yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (11/7/2022).
Selain Nina, webinar itu menghadirkan pegiat Sosial Media dari Goodnews from Indonesia Ni Putu Ruslina dan Nurliya Ni’matul Rohmah selaku Jawara Internet Sehat NTB 2021.
Baca juga: Pengecekan Informasi Jadi Cara Menangkal Penyebaran Hoaks
Nina memaparkan terdapat delapan ciri hoaks yang dapat diidentifikasi masyarakat saat menerima suatu informasi.
Di antaranya membangkitkan emosi, sumber yang tidak jelas, memanfaatkan nama tokoh, bersifat memihak dan bias.
"Kemudian mengaburkan data untuk mempengaruhi opini, meminta untuk disebarkan, memanfaatkan fanatisme baik atas nama ideologi, agama, maupun suku, serta terdapat manipulasi data atau foto," katanya.
Selanjutnya, mengenai etika di dunia digital, Ni Putu Ruslina mengatakan, penting bagi masyarakat untuk mengetahui mengenai netiket, yaitu tata krama dalam menggunakan internet.
Baca juga: Kemenag: Hoaks jadi Tantangan Pemberangkatan Haji pada Tahun Ini
"Kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor. Sudah sebaiknya para pengguna internet menjadikan netiket sebagai landasan dalam berinteraksi di dunia maya," katanya.
Netiket, kata dia sebenarnya mudah untuk diterapkan karena berasal dari hal-hal umum yang memang sudah berlaku di masyarakat di dunia nyata.
"Ketika kita menggunakan media digital, sudah sepatutnya diarahkan ke arah niat, sikap, dan perilaku yang etis di masyarakat. Apalagi Indonesia merupakan negara dengan beragam budaya di mana terdapat banyak perbedaan dari satu budaya ke budaya lainnya,” kata Ruslina.
Nurliya menambahkan mengenai keamanan di dunia digital dengan membahas mengenai phishing (pengelabuan).
Phishing adalah tindakan memperoleh informasi pribadi seperti PIN, nomor rekening bank, dan nomor kartu kredit secara tidak sah.
Informasi ini kemudian akan dimanfaatkan oleh pihak penipu untuk mengakses rekening, melakukan penipuan kartu kredit atau memandu nasabah untuk melakukan transfer ke rekening tertentu dengan memberikan iming-iming berupa hadiah.
“Salah satu tindakan phishing yang sering ditemui yaitu tindakan web phising atau pengelabuan dengan menggunakan situs. Penipu akan memanfaatkan situs palsu untuk mengelabui calon korban. Situs palsu tersebut akan dibuat sedemikian rupa hingga terlihat mirip dengan situs asli, bahkan alamat situs pun dapat dibuat mirip,” kata Nurliya.