Temukan Potensi Kerugian Besar, Ombudsman Desak Pemerintah Tingkatkan Mitigasi Penanganan PMK
Ombudsman RI menemukan adanya potensi kerugian dalam jumlah besar pada merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bagi para peternak dan pedagang
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI menemukan adanya potensi kerugian dalam jumlah besar pada merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bagi para peternak dan pedagang hewan.
Di mana dalam data terkini Ombudsman RI, peternak sapi daging berpotensi mengalami kerugian tidak kurang dari Rp788,81 miliar.
Atas hal itu, Ombudsman berpandangan kalau pemerintah harus meningkatkan mitigasi atau pencegahan terhadap penanganan PMK sebelum akhirnya para peternak mengalami kerugian besar.
"Bahwa mitigasi dan penanganan ke depan perlu lebih ditingkatkan mengingat potensi nilai kerugian yang terus meningkat setiap harinya," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat konferensi pers secara Hybrid dari Kantor Ombudsman RI, Kamis (14/7/2022).
Kerugian tersebut kata dia, hanya dihitung pada peternak sapi daging, belum termasuk kerugian yang diderita oleh para peternak sapi perah.
Yeka menyatakan, untuk peternak sapi perah juga berpotensi mengalami kerugian yang besar karena menurunnya produksi susu sapi yang dihasilkan.
Baca juga: Ombudsman RI Sebut Badan Karantina Pertanian Gagal Tangani Penyebaran PMK di Indonesia
Di mana berdasarkan data GKSI per 13 Juli 2022, sapi perah yang terinfeksi PMK sebanyak 19.267 ekor di Jawa Barat atau 24,65 persen dari total populasi sapi perah.
Selanjutnya ada 5.189 di Jawa Tengah atau 12,55 persen dari total populasi sapi perah; dan 55.478 ekor di Jawa Timur atau 31,19 persen dari total populasi sapi perah.
Dari data itu, penurunan produksi susu masing-masing mencapai 30 persen atau sekitar 137,14 ton untuk di Jawa Barat; 40 persen atau sekitar 66 ton di Jawa Tengah, dan 30 persen atau sekitar 535,71 ton di Jawa Timur.
Bahkan jika dikalkulasikan maka dalam satu bulan peternak sapi perah akan mengalami kerugian hingga triliunan rupiah.
"Potensi kerugiannya tidak kurang dari Rp6 Miliar perhari, atau dalam satu bulan bisa mencapai Rp1,7 Triliun," kata dia.
Ironisnya, penurunan produksi susu sapi rakyat ini akan berdampak terhadap meningkatnya impor susu ke Indonesia.
Sebelumnya, Ombudsman RI kembali mengeluarkan hasil temuannya, kali ini terkait dengan penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terhadap hewan ternak sapi.
Dalam temuannya, Ombudsman RI menyatakan Badan Karantina Pertanian yang dibentuk pemerintah untuk menangani PMK ini telah gagal melakukan tugasnya.
Hal itu didasari karena pada kurun waktu 1 bulan terakhir, wabah PMK telah menyebar ke 22 Provinsi dengan tambahan 5 provinsi terjadi pada 13 Juni - 13 Juli 2022.
"Ombudsman mencatat pada 13 juni 2022 sebaran kasus PMK sudah mencapai 17 provinsi dalam kurun waktu 1 bulan berikut nya 13 Juli 2022 wabah PMK sudah menyebar di 22 provinsi," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat konferensi pers secara hybrid, Kamis (14/7/2022).
Adapun 5 Provinsi sebaran baru wabah PMK dalam satu bulan ini di antaranya terjadi di Bali, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan Bengkulu.
Dengan begitu, Ombudsman RI menilai kalau Badan Karantina Pertanian telah gagal dalam melakukan tugasnya menangani penyebaran wabah PMK.
"Lagi-lagi Ombudsman RI menilai dengan adanya penyebaran PMK di 5 provinsi dalam sebulan terakhir menandakan badan karantina jelas-jelas gagal dan tidak kompeten dalam menangani penyebaran pmk itu jelas," ucapnya.
Terlebih dalam catatan Ombudsman RI, kini wabah PMK tak hanya dialami oleh hewan ternak sapi, melainkan sudah terjadi juga di hewan ternak lain.
Beberapa hewan di antaranya yakni Kerbau, Kambing, Domba dan Babi.
"Pada laman siagapmk.id total hewan sakit mencapai 366.550 ekor, sembuh 140.321 ekor, yang mati 2.419 ekor, potong bersyarat 3.698 ekor, belum sembuh sekitar 220.102 ekor, dengan cakupan vaksinasi 476.650 ekor dengan jumlah penyebaran kasus di 22 provinsi saat ini tidak hanya di sapi, tapi juga masuk kerbau, kambing, domba dan babi," tuturnya.
"Jadi bukan di sapi saja sudah menyangkut ke hewan-jewan lainnya," tukas Yeka.