Soroti UU PSDN, Akademisi: Seharusnya DPR Mengajak Bicara Masyarakat Sipil Bahas Regulasi Ini
DPR mengajak masyarakat sipil ini bicara dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan, tapi untuk UU tertentu pemerintah terkesan menghindari
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyoroti langkah DPR dan pemerintah yang dinilainya seringkali menutup-nutupi pembahasan sejumlah Undang-undang (UU).
Satu di antara yang menjadi sorotannya adalah UU No 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara.
Padahal, menurut Feri, sebenarnya masyarakat tidak punya niat atau pretensi untuk menolak sebuah undang-undang sepanjang dibahas secara partisipatif.
Seharusnya, kata Feri, DPR mengajak masyarakat sipil ini bicara dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan, tapi untuk UU tertentu pemerintah terkesan menghindari suara publik.
"Saya menilai pembentukan UU ini bertujuan untuk memanfaatkan SDA untuk pertahanan, padahal jika kita menjadikan UUD 1945 kita sebagai panduan, khususnya yang mengatur terkait sumber daya alam, maka pemanfaatan sumber daya alam harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana yang diatur dalam pasal 33 UUD 1945," katanya mengingatkan.
Baca juga: Presiden Jokowi Minta Universitas Andalas Jadi Pusat Pengembangan SDM Unggul
Hal ini disampaikan Feri Amsari pada diskusi Telaah Kritis UU No. 23 Tahun 2019 tentang PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum-HAM, dan Keamanan” Kerjasama PUSAKO UNAND, IMPARSIAL dan PBHI Santika Premier Hotel Padang (1/8/2022).
"UU ini sejatinya bukan bicara soal memperkuat pertahanan atau komponen utama kita, tapi lebih kepada penguasaan sumber daya alam. Ini ada niatan atau kepentingan-kepentingan tertentu yang terselip. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya klausul dalam UU ini yang tidak rigid, maka UU PSDN ini sangat terbuka terhadap berbagai potensi penyalahgunaan," ujarnya.
Sedangkan Indira Suryani yang juga Direktur LBH Padang menilai di tengah masih sering terjadinya konflik SDA antara pemerintah, termasuk TNI dengan masyarakat, UU PSDN ini justeru memberi ruang atau karpet merah pengambil alihan tanah rakyat atas nama pertahanan Negara melalui cara-cara yang tidak demokratis.
"Hal ini tentu akan membuat situasi konflik agraria di Indonesia akan semakin kisruh. UU PSDN ini mungkin bermaksud ingin membuat masyarakat patuh, tetapi kepatuhan publik didorong dengan ketakutan, bukan dengan kesadaran kritis," katanya.
Hal yang sama disampaikan Julius Ibrani (Ketua PBHI Nasional) yang menilai Undang-undang ini mengandung banyak masalah secara substansi, setidaknya ada 14 pasal yang bermasalah dalam Undang-undang ini, terutama nuansa pelanggaran HAM dalam undang-undang ini sangat kental sekali.
"Melalui UU PSDN ini memungkinkan penjagaan proyek strategis nasional nantinya akan dijaga oleh Komcad. Tugas ini tentu tidak ada relevansinya dengan militer, hal ini membuat militer akan menguasai semua lini sektor sehingga bisa berlaku sewenang-wenang dalam kekuasaan," tandasnya.
Sebagai informasi, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) resmi disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR tahun 2019..
UU ini di antaranya mengatur tentang Komponen Cadangan (Komcad) dan Komponen Pendukung untuk membantu Komponen Utama dalam hal ini TNI dalam menjalankan fungsi pertahanan negara.