Pengusaha Televisi Lokal di Lombok Keluhkan Kebijakan Migrasi TV Analog ke Digital
Pemerintah belum siap menjalankan kebijakan migrasi dari siaran televisi analog ke digita sehingga proses analog switch off saat ini dihentikan saja
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha televisi lokal di Lombok mengeluhkan penerapan kebijakan switch off siaran televisi analog ke televisi digital seperti saat ini diterapkan Kementerian Kominfo.
Yogi Hadi Ismanto, Direktur Lombok TV mengatakan, sebagai televisi lokal, pihaknya selama ini sudah terlanjur banyak berinvestasi di bidang infrastruktur penyiaran untuk mendukung keberlanjutan siaran televisi lokal Lombok TV yang dikelolanya.
“Izin IPP (Izin Penyelenggaraan Penyiaran) dan alat-alat sudah kami beli dengan harga mahal. Untuk biaya pemancar saja mencapai Rp500 juta. Setelah lima tahun mendapat izin, kami belum balik modal. Eh tiba-tiba harus numpang ke orang (untuk menyewa slot multipleksing),” ujarnya.
Dia mencontohkan, untuk menyewa slot multipleksing di TVRI di Lombok, pihaknya harus merogoh kocek Rp15 juta per bulan. Sementara jika menyewa ke salah satu stasiun televisi swasta nasional lebih mahal lagi, mencapai Rp30 juta per bulan.
“Tiba-tiba slot ini sudah penuh dan tidak ada jaminan harga (sewa)-nya stabil di harga tersebut. Tahun depan, bisa saja harganya naik jadi Rp100 juta per bulan,” ungkap Yogi.
Baca juga: Geliat Inovasi Smart TV Jelang Akhir Riwayat Siaran Televisi Analog
“Pelaksanaan ASO (analog switch off) akan inkonstitusional jika dipaksakan," ujarnya dalam keterangan pers tertulis kepada Tribunnews, Jumat, 5 Agustus 2022.
Dia menilai Pemerintah belum siap menjalankan kebijakan migrasi dari siaran televisi analog ke digital. Karena itu, dia berharap proses analog switch off saat ini dihentikan saja.
Yogi mengklaim, Lombok TV sejauh ini sudah memiliki baik siaran analog maupun digital. Namun dia mengatakan, dengan proses ASO, untuk siaran digital harus melepas izin televisi analog yang sudah mendapat izin untuk 10 tahun.
Dia menegaskan, proses migrasi ke televisi digital ini yang salah satu infrastruktur pentingnya adalah perangkat multipleksing (MUX) tidak memiliki cantolan baik dalam UU Penyiaran maupun UU Cipta Kerja.
Selain itu, permohonan uji materiil telah dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). “Kami berharap, ke depannya penyelenggaraan multipleksing dan siaran televisi digital, apabila sudah diatur melalui Undang-undang dapat memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap penyelenggara penyiaran televisi lokal,” harap Yogi.
Mengutip Kompas.com, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyuntik mati siaran televisi analog mulai Sabtu, 30 April 2022 berlaku untuk tiga wilayah.
Ketiga wilayah tersebut adalah Provinsi NTT (Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka), Papua Barat (Kota Sorong, Kabupaten Sorong), dan Riau (Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti).
Jika mengacu pada jadwal yang sudah ditentukan sebelumnya, seharusnya ada 56 wilayah siaran yang meliputi 166 kabupaten/kota di Indonesia yang siaran TV analognya akan dimatikan total pada ASO Tahap I, 30 April 2022, bukan tiga wilayah saja.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.