Adian Napitupulu: Ketua Umum Projo Mengancam Siapa, Partai atau Demokrasi?
Adian Napitupulu merespons pernyataan bernada ancaman yang disampaikan Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) Adian Napitupulu merespons pernyataan bernada ancaman yang disampaikan Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi.
Dalam tayangan Youtube Total Politik, Budi Arie menanggapi pendapat Pendiri Lingkar Madani Ray Rangkuti yang menyebut politisi Indonesia akan ikut yang berkuasa jika tidak bisa berkuasa.
Budi Arie merespons bahwa di Pemilu 2024, dirinya punya pandangan bahwa parpol akan berhati-hati dan menyiapkan strategi.
Karena jika meleset akan masuk penjara.
Menurut Adian, pernyataan itu akan berdampak panjang termasuk berpotensi menguatnya polarisasi bahkan bisa merusak kualitas proses demokrasi.
"Karena demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh jika proses politik elektoral berjalan dalam kegembiraan bukan dalam ancaman dalam segala macam bentuknya," kata Adian dalam keterangannya, Sabtu (13/8/2022).
Baca juga: Dikritik Adian Napitupulu, Begini Jawaban Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi
Adian pun mengkaitkan kalah menang Pemilu dengan Penjara disisi lain bisa diartikan bahwa Projo menuding Presiden Jokowi selama dua periode gagal memisahkan penegakan hukum dan pilihan politik.
Dengan kata lain, penegakan hukum ditentukan oleh siapa yang menang dalam Pemilu.
"Kalimat ketum Projo itu kenapa bisa serupa dengan mind set orde baru yang menggunakan ancaman hukum dalam hal ini penjara pada partai politik dan siapapun yang berbeda pilihan politik dengan Orde Baru. Tentu sangat di sayangkan di era Reformasi saat ini pernyataan serupa masih saja bisa diucapkan," ucap Adian.
Politisi PDIP ini mengayakan, bahwa penjara merupakan sanksi hukum dari perbuatan yang melanggar hukum, bertentangan dengan hukum, tidak sesuai dengan kaidah hukum atau melawan hukum bukan sanksi dari perbedaan politik bukan sanksi dari perbedaan pilihan dalam pemilu.
Dalam pilkada bahkan pilkades sekalipun, jika hanya ada satu calon maka untuk memastikan hak demokrasi berjalan selalu ada ruang bagi yang tidak bersetuju pada calon itu.
Sehingga panitia penyelenggara pemilihan memungkinkan membuat satu kotak kosong agar Rakyat tetap boleh punya pilihan.
"Jadi sebenarnya pernyataan Ketum Projo itu mengancam Partai, mengancam pelaku politik atau justeru mengancam Demokrasi dengan mengancam perbedaan pilihan atau jangan jangan malah mengancam konstitusi yang jelas jelas melindungi Perbedaan," terang Adian.