Surya Darmadi Tersangka Kasus Korupsi Rp 78 Triliun Tinggalkan Kejaksaan Agung Lewat Pintu Belakang
Tersangka kasus korupsi PT Duta Palma Nusantara, Surya Darmadi alias Apeng, telah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung Jakarta.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus korupsi PT Duta Palma Nusantara, Surya Darmadi alias Apeng, telah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung Jakarta.
Namun setelah pemeriksaan, Apeng keluar dari gedung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) melalui pintu belakang.
Tidak seperti saat tiba di Gedung Kejaksaan, Surya Darmadi berhasil mengelabui awak media yang menunggu di pintu masuk.
Pantauan Tribunnews.com, Surya keluar dengan didampingi sejumlah penyidik Kejaksaan Agung sekitar pukul 17.30 WIB.
Baca juga: Ditahan 20 Hari, Tersangka Koruptor Surya Darmadi akan Ditahan di Rutan Kejaksaan Agung
Dia keluar dari pintu belakang dan langsung masuk ke dalam mobil untuk dibawa ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Surya diperiksa selama 3,5 jam, mulai dari pukul 14.00 WIB hingga pukul 17.30 WIB.
Awak media yang telah menunggu lama di pintu masuk Jampidsus terkecoh.
Saat tahu Surya sudah di dalam mobil, awak media berlarian dan berupaya mengadang mobil yang membawa Surya untuk mengabadikan foto dan video.
Tak satu pun pihak Kejaksaan Agung yang memberitahu saat akan mengeluarkan tersangka Surya Darmadi dari pemeriksaan.
Awak media baru mengetahui Surya Darmadi saat berada di dalam mobil sehingga tidak ada awak media yang mendapat gambar saat Surya Darmadi menggunakan rompi ungu.
Sejumlah awak media mengaku kecewa dan sempat bersitegang dengan petugas keamanan karena kecewa tersangka koruptor Rp78 Triliun itu ditutup-tutupi.
Bahkan, beberapa awak media meminta kaca mobil dibuka.
Mobil itu lalu tancap gas menuju Rutan di belakang gedung Kejaksaan Agung.
Kronologi Kasus Surya Darmadi
Surya Darmadi berstatus tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam dua perkara terpisah.
Pada 2019, Surya Darmadi dijerat sebagai tersangka oleh KPK.
Ia diduga menjadi salah satu pemberi suap terhadap Annas Maamun selaku Gubernur Riau.
Dalam kasus itu, Surya Darmadi dkk diduga menjanjikan Rp8 miliar kepada Annas Maamun.
Tujuannya ialah agar memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.
Diduga sudah ada pemberian Rp3 miliar dalam bentuk dolar Singapura kepada Annas Maamun.
Uang berasal dari Surya Darmadi yang kemudian diberikan melalui Suheri Terta.
Penerimaan ini menjadi salah satu dakwaan Annas Maamun.
Namun, penerimaan uang suap Rp3 miliar itu dinyatakan tidak terbukti oleh hakim PN Bandung pada 2015.
Ia dihukum 6 tahun penjara atas dua dakwaan suap lainnya.
Namun, pada tingkat kasasi, perbuatannya dinilai terbukti.
Hukumannya diperberat menjadi 7 tahun penjara.
Pada 2020, Annas Maamun bebas berkat grasi 1 tahun dari Presiden Joko Widodo.
Suheri Terta pun dijerat KPK sebagai perantara suap dalam perkara tersebut.
Ia sempat divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Namun, Mahkamah Agung (MA) menilai perbuatan itu terbukti.
Suheri Terta kemudian dihukum 3 tahun penjara.
Kini tinggal Surya Darmadi yang belum diproses hukum dalam kasus itu. Namun, keberadaannya tak ditemukan.
KPK memasukkannya dalam daftar pencarian orang (DPO).
Pada 1 Agustus 2022, Kejagung turut menjerat Surya Darmadi sebagai tersangka.
Dalam kasusnya, Surya Darmadi dijerat sebagai tersangka oleh Kejagung bersama dengan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman.
Keduanya dinilai terlibat kasus korupsi yang merugikan perekonomian negara. Nilainya disebut hingga Rp78 triliun.
Pada tahun 2003, Surya Darmadi selaku Pemilik PT Duta Palma Group (di antaranya PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Kencana Amal Tani) diduga melakukan kesepakatan dengan Raja Thamsir Rachman.
Kesepakatan itu diduga untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit dan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit maupun persyaratan penerbitan hak guna usaha (HGU) kepada perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi di Kabupaten Indragiri Hulu.
Padahal lahan yang diduga diincar itu berada dalam kawasan hutan.
Baik HPK (Hutan Produksi yang dapat dikonversi), HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan HPL (Hutan Penggunaan Lainnya) di Kabupaten Indragiri Hulu.
Kedua pihak diduga berkongkalikong untuk mengatur perizinan tersebut secara melawan hukum.
Kelengkapan perizinan terkait Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan dibuat secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan adanya Izin Prinsip, AMDAL.
Selain itu, PT Duta Palma Group diduga tidak memiliki izin pelepasan Kawasan Hutan dan HGU serta PT Duta Palma Group tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan Pola Kemitraan sebesar 20 persen dari total luas areal kebun yang dikelola sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007.
Atas perbuatannya, Raja Thamsir Rachman dan Surya Darmadi dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus Surya Darmadi, ia juga dijerat pasal pencucian uang.
Yakni Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Meski tersangka di dua lembaga penegak hukum, Surya Darmadi belum ditemukan keberadaannya.
Sebab, ia dikabarkan ada di luar negeri.
Kini, Surya Darmadi berjanji akan datang ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.