Sebut Tak Ada Organ yang Hilang, Tim Forensik Jelaskan Soal Otak Jenazah Brigadir J Pindah ke Perut
Ketua Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), Ade Firmansyah menjelaskan soal dugaan kejanggalan yang ada di tubuh jenazah Brigadir J.
Editor: Wahyu Aji
Ahli patologi akan mengiris sebagian besar organ untuk mencari tahu apakah ada cedera atau penyakit.
Perut dan dada (rongga dada) pada kondisi ini dalam keadaan kosong. Kemudian, kantong jeroan dimasukkan ke dalam perut (atau rongga dada).
Dia juga mengatakan, tidak ada alasan untuk menempatkan setiap organ kembali ke tempat anatomisnya seperti semula.
Salah satu alasannya, yakni lantaran tidak ada perekat yang menahan posisi tersebut tetap berada di tempatnya.
Bahkan organ-organ ini bisa 'kocar-kacir.'
Baca juga: Hasil Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J Diumumkan, Disebut Tanda Kekerasan Hanya dari Senjata Api
Memasukkannya ke dalam kantong jeroan juga membantu untuk mengatasi kebocoran.
Bahkan jika dibalsem, cairan tidak akan masuk ke organ karena tidak lagi menempel pada pembuluh darah.
Mengenai otak, alih-alih satu organ besar, ia akan diiris-iris menjadi sekitar 10–14 bagian.
Kepala dalam posisi berbaring seolah-olah sedang berada di tempat tidur.
Kemudian kulit kepala dipotong dari atas.
Satu-satunya cara untuk menempatkan otak ke alam tengkorak kembali yakni dengan menumpuknya di bagian atas tengkorak yang telah dibuang (yang akan meluap).
Kemudian otak harus ditahan untuk pemasangan 'penutup depan dan belakang' kulit kepala sehingga bisa dijahit.
Gravitasi dapat mendorong tengkorak terpisah di belakang dan menyebabkan otak keluar dan hanya ditahan dengan kulit kepala sehingga dapat mendistorsi fitur wajah.
Hal itu yang menjadi alasan bahwa tidak ada gunanyamenempatkan otak kembali ke dalam tengkorak setelah autopsi.
Meski begitu, dalam diskusi forum Quora tersebut, ada juga yang mengemukakan pendapat bahwa utbuh, hidup atau mati, harus diperlakukan dengan hormat.
Setelah autopsi, semua bagian tubuh kecuali yang diawetkan untuk penyelidikan atau studi lebih lanjut, harus dikubur dengan referensi dan oleh karena itu ditempatkan di dalam tubuh. (*)