Desmond Mahesa Nilai Terbongkarnya Skenario Ferdy Sambo karena Faktor Budaya
Wakil Ketua Komisi III DPR RI menganggap terbongkarnya skenario Ferdy Sasmbo karena adanya faktor budaya. Hal ini juga menjadi bentuk ketidaktahuan.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Mahesa menilai terbongkarnya skenario mantan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo terkait kasus pembunuhan terhadap Brigadir J lantaran adanya faktor budaya.
Desmond mengatakan terbongkarnya skenario Ferdy Sambo dalam pembunuhan Brigadir J lantaran ketidakpahaman oknum yang ikut terlibat di dalamnya.
"Tadinya ini mau blocking (menutupi kasus -red), tapi tidak sesederhana itu. Kenapa? karena kasus ini tidak paham kultur," katanya dikutip dari Indonesia Lawyers Club pada Sabtu (27/8/2022).
Desmond mengandaikan jika korban dari pembunuhan adalah seorang muslim atau pemakaman dilakukan secara kedinasan maka dirinya memastikan kasus ini tidak akan terbongkar.
"Seandainya almarhum yang meninggal itu adalah muslim atau diadakan upacara kepolisian, itu tidak akan terungkap," jelasnya.
Selain itu, Desmond mengungkapkan faktor budaya Batak yang melekat pada keluarga Brigadir J juga menjadi faktor blunder terkait rencana dari skenario Ferdy Sambo.
"Ini orang Batak, nangis-nangis kan biasa. Tak mungkin petinya ditutup. Kesalahan kultur inilah yang membuat kasus ini jadi blunder," katanya.
Baca juga: Luka Tembak di Tubuh Brigadir J Tidak Terarah, Ini Penjelasan Komnas HAM
Lebih lanjut, Desmond mengatakan jika oknum yang terlibat dalam skenario Ferdy Sambo memahami budaya dari korban yaitu Brigadir J maka ia meyakini kasus ini akan tertutup dengan sempurna.
"Inilah yang membuat kultur yang tidak dipahami oleh orang yang merekayasa ini. Seandainya mereka paham kultur, beda lagi," jelasnya.
Seperti diketahui, kasus tewasnya Brigadir J sempat disebutkan lantaran adanya peristiwa tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Hal ini disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan saat melakukan konferensi pers pada 11 Juli 2022 silam.
Secara kronologis, Ramadhan mengungkapkan Brigadir J masuk ke rumah dinas Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022.
Kemudian, katanya, Brigadir J mengeluarkan senjata api dan disebutkan menembak ke arah Bharada E.
Tak pelak, baku tembak pun tidak terhindarkan sehingga menyebabkan Brigadir J tewas.
"Saat itu yang bersangkutan (Brigadir J) mengacungkan senjata kemudian melakukan penembakan dan Barada E tentu menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J," jelasnya.
"Akibat penembakan yang dilakukan Barada E itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia," jelasnya dikutip dari Tribunnews.
Baca juga: Polri Sebut Proses Rekonstruksi untuk Memperjelas Konstruksi Hukum Kasus Pembunuhan Brigadir J
Namun, kronologi yang disebutkan tersebut dipatahkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 9 Agustus 2022.
Dalam konferensi pers yang digelar, Listyo mengungkapkan fakta tembak menembak yang menewaskan Brigadir J tidak pernah terjadi.
Dirinya mengungkapkan fakta tembak menembak adalah skenario yang dirancang oleh Ferdy Sambo.
Listyo mengatakan skenario Ferdy Sambo yaitu memerintahkan Bharada E agar menembak Brigadir J.
Lantas, katanya, untuk menimbulkan kesan adanya tembak menembak, Ferdy Sambo menembakan senjata milik Brigadir J ke arah dinding.
"Tim khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabkan saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh saudara RE atas perintah saudara FS," kata Listyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, 9 Agustus 2022 lalu dikutip dari Tribunnews.
Akibatnya, Ferdy Sambo pun ditetapkan sebagai tersangka bersama yang lainnya yaitu Bripka RR dan Kuat Maruf dengan pasal yang disangkakan yaitu pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Tidak hanya mereka, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi pun telah ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal yang sama.
Hanya saja, Bharada E disangkakan dengan pasal yang berbeda yaitu pasal 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP tentang Tindak Pidana Pembunuhan.
Selain itu, akibat kasus ini, Ferdy Sambo pun telah dipecat sebagai anggota Polri melalui sidang kode etik yang digelar pada Kamis (25/8/2022).
Keputusan itu diumumkan oleh Ketua Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) Kabaintelkam Komjen Pol Ahmad Dofiri.
Putri Candrawathi Diperiksa, Mengaku sebagai Korban Kekerasan Seksual
Di sisi lain, Putri Candrawathi pun juga telah diperiksa sebagai tersangka di Bareskrim Polri pada Jumat (26/8/2022).
Kuasa hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis mengatakan kliennya dicecar sebanyak 80 pertanyaan.
Dikutip dari Tribunnews, Arman mengatakan Putri tetap bersikukuh bahwa dirinya adalah korban kekerasan seksual.
"Ibu PC juga menjelaskan dalam pemeriksaan bahwa beliau adalah korban tindakan asusila atau kekerasan seksual dalam perkara ini," tuturnya.
Arman menambahkan pengakuan Putri telah tertulis dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Baca juga: Polri Sebut Proses Rekonstruksi untuk Memperjelas Konstruksi Hukum Kasus Pembunuhan Brigadir J
Tidak hanya itu, dirinya menjelaskan Putri juga membantah atas pasal yang disangkakan.
"Keterangan klien kami juga sudah dicatat oleh penyidik dalam BAP tersebut, sekaligus penjelasan kronologis kejadian yang terjadi di Magelang," kata dia.
Hanya saja, pemeriksaan terhadap Putri Candrawathi harus dihentikan sementara dan dilanjutkan pada Rabu (31/8/2022).
Hal ini diungkapkan oleh Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo.
"Pemeriksaan PC ini dihentikan dulu, karena larut malam dan mengingat menjaga kondisi kesehatan bersangkutan. Dan pemeriksaan masih akan dilanjutkan, pada Rabu 31 Agustus," pungkas Dedi dikutip dari Kompas TV.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Faryyanida Putwiliani/Igman Ibrahim/Abdi Ryanda Shakti)(Kompas TV/Johannes Mangihot)
Artikel lain terkait Polisi Tembak Polisi