Pemerintah Daerah Diminta Bersikap Proporsional dalam Mengatur Kawasan Tanpa Rokok
Pengamat meminta sejumlah pemerintah daerah untuk bersikap proporsional dalam dalam mengatur kawasan tanpa rokok (KTR).
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya Gitadi Tegas Supramudyo meminta sejumlah pemerintah daerah untuk bersikap proporsional dalam mengatur kawasan tanpa rokok (KTR).
Dia mengimbau Pemerintah Daerah juga harus mengakomodasi kepentingan konsumen dengan menyediakan tempat merokok yang memadai.
"Menurut saya supaya bisa meng-cover dua ini, sediakanlah tempat untuk mengurangi kerugian perokok pasif. Karena masyarakat kita adalah masyarakat perokok, buatlah kawasan smoking area, sehingga perokok tidak menggunakan tempat umum," ujar Gitadi melalui keterangan tertulis, Senin (5/9/2022).
Menurut Gitadi, Pemerintah Daerah memang harus tegas dalam mengambil kebijakan yang bertujuan melindungi kesehatan masyarakat.
Baca juga: Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia: Dari Awal, Rokok Sudah Merampok Rumah Tangga
Meski begitu, dirinya menilai Pemda juga harus menyadari bahwa tembakau sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia.
Sehingga dalam implementasinya, dirinya meminta Pemda mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT), termasuk petani dan pekerja.
Gitadi menjelaskan, pemerintah daerah seharusnya terbuka untuk menerima masukan dalam penyusunan Perda KTR, dan siap berkolaborasi, termasuk dalam hal penyediaan tempat khusus merokok.
Sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak bersifat diskriminatif pada salah satu pihak.
"Sebetulnya, bahkan kalau pabrik rokok dimintai kesediaan untuk membuat smoking area, mungkin mereka tak akan menolak. Jadi, memang harus ada kompromi dan solusi di lingkungan internal. Jangan sampai seperti terkesan menutup mata pada industri rokok yang menghidupi orang banyak. Harus ada win-win solution," katanya.
Selain itu, dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) juga bisa menjadi solusi untuk pembuatan tempat merokok sehingga asapnya tidak mengganggu masyarakat yang tidak merokok.
Menurut Gitadi, Pemda seharusnya fokus pada implementasi tanpa harus melakukan revisi.
"Masalahnya sekarang adalah implementasi. Tak perlu ada perda baru. Yang lama bisa dipakai sepanjang implementasinya punya konsep jelas. Pelanggaran sanksinya jelas. Tapi yang saya lihat dari dulu sampai sekarang tidak ada komunikasi dan eksekusi yang jelas," ucap Gitadi.
Ia menyarankan agar pemda tidak terburu-buru dalam memberlakukan regulasi yang berkaitan langsung dengan masyarakat, termasuk perda KTR.