Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kamhar Kritik Argumentasi Adian soal Kalkulasi Matematika Kenaikan Harga BBM

Kamhar Lakumani mengkritik argumentasi yang disampaikan Anggota DPR RI dari PDIP Adian Napitupulu yang membandingkan kenaikan harga BBM

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Kamhar Kritik Argumentasi Adian soal Kalkulasi Matematika Kenaikan Harga BBM
ist
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani mengkritik argumentasi yang disampaikan Anggota DPR RI dari PDIP Adian Napitupulu yang membandingkan kenaikan harga BBM era Presiden SBY dengan era Jokowi.

"Argumentasi Adian adalah sebuah bentuk penyesatan yang sekaligus menunjukkan dirinya sama sekali tak memiliki empati terhadap penderitaan rakyat," kata Kamhar dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).

Kamhar mengatakan sungguh suatu sikap dan pemikiran yang mestinya dibuang jauh-jauh dari seorang wakil rakyat seperti Adian yang manakala menyampaikan pandangan ini, justru konstituen dan rakyat yang diwakilinya sedang kesusahan akibat kebijakan ini.

Baca juga: Peneliti CSIS: Pemerintah Harus Konsisten Jika Naikkan Harga BBM

"Mereduksi persoalan pada utak-atik angka-angka ditengah kesulitan rakyat yang ekonominya belum sepenuhnya pulih akibat terpaan badai Covid-19, kemahalan sembako, kenaikan TDL, belum hilang bekas dan jejak kemahalan minyak goreng, tetiba diperhadapkan lagi pada situasi kenaikan harga BBM," ujar Kamhar.

Adian sebelumnya  membandingkan kenaikan harga BBM era Jokowi dengan zaman SBY.

Adian mengatakan pada era SBY total kenaikan harga BBM premium Rp 4.690, sementara di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) total kenaikan BBM jenis Premium/Pertalite Rp 3.500.

SBY menaikkan BBM lebih mahal Rp 1.190 dari Jokowi. Kemudian pada era SBY upah minimum (contoh DKI Jakarta) Rp 2.200.000 untuk tahun 2013.

Berita Rekomendasi

Kamhar mengatakan data yang disajikan Adian menjadikan upah minimum DKI sebagai acuan kemampuan menenggang biaya kemahalan jelas tidak sebanding dengan daerah-daerah lain yang sebagian besar UMP-nya di bawah DKI.

"Jadi ini sekedar narasi yang dibungkus dengan angka-angka untuk memberikan pembenaran terhadap kebijakan yang tak prorakyat. Apalagi kebijakan ini diambil tatkala harga minyak dunia telah menunjukkan tren penurunan," kata Kamhar.

Menurut Kamhar, sama sekali berbeda dengan konteks yang dihadapi pemerintahan SBY yang memilih menaikan harga karena APBN terancam jebol akibat lonjakan harga minyak dunia yang teramat tinggi, jauh dari asumsi APBN.

Baca juga: Said Iqbal: Aneh, Upah Tidak Naik Sedangkan Harga BBM Naik

"Ketika kebijakan pahit ini pun ditempuh, disiapkan kebijakan kompensasi untuk menjaga daya beli dan meringankan beban rakyat," ujarnya.

"Itu pun dikritik habis-habisan oleh elit-elit PDIP termasuk Pak Jokowi yang kala itu menjabat Gubernur DKI yang ironisnya kebijakan kompensasi ini juga diternyata di contek ketika menjabat sebagai Presiden," tutur Kamhar.

Menurut Kamhar bisa dibilang sebenarnya kritik pada masa itu hanya sekedar asal bunyi tanpa memahami persoalaan demi mengejar popularitas dan simpati publik.

"Jauh berbeda dengan situasi sekarang, itu pun ketika harga minyak dunia mengalami penurunan, maka segera dilakukan koreksi kebijakan untuk menurunkan harga," ujarnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas