LBH Pers Soroti UU yang Kebiri Upaya untuk Mengadili Pelanggar HAM
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menyoroti Pasal 5 Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menyoroti Pasal 5 Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurut LBH Pers pasal ini justru membatasi upaya untuk mengadili pelanggar HAM.
Padahal di satu sisi menurut LBH Pers isu-isu pelanggaran HAM berat masa lalu hingga pelanggaran HAM berat yang dilakukan di seluruh wilayah manapun sudah menjadi isu yang mendunia dan harus direspon oleh pemerintah Indonesia.
“Pasal 5 UU pengadilan HAM ini justru mengebiri atau mempersempit upaya untuk mengadili pelanggaran HAM atau pelanggar HAM baik itu di Indonesia ataupun di dunia internasional,” ujar perwakilan LBH Pers Mulya Samono saat ditemui di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (7/9/2022).
Dalam Pasal 5 tertulis: Pengadilan HAM juga berwenang untuk memeriksa serta memutus perkara pelanggaran HAM berat di luar teritori wilayah Indonesia, yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
Baca juga: Sejumlah Aktivis HAM Ajukan Permohonan Uji Materil ke MK soal UU Pengadilan HAM
Frasa ‘oleh warga negara Indonesia’ inilah yang dirasa LBH Pers membatasi yuridiksi peradilan nasional Republik Indonesia dalam menerapkan yuridiksi universal atas kejahatan paling serius di bahwa hukum internasional.
Atas hal ini LBH pers bersama ahli dan tokoh HAM yang tergabung dalam Tim Universal HAM mengajukan permohonan uji materil UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ke MK, Rabu (7/9/2022).
Upaya ini, jelas Mulya, supaya frasa ‘oleh warga negara Indonesia’ dihapus sehingga dapat mendorong pemerintah Indonesia turut aktif mengadili pelanggar HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia atapun warga negara lain jika para pelanggar ini menginjakkan kaki di Indonesia.