Sidang Ricuh, Massa Adat Dayak-Kalimantan Tak Terima Vonis Edy Mulyadi
Edy Mulyadi dinyatakan bersalah melanggar Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
"Hakim tidak punya hati nurani," tambah massa.
Aparat kepolisian yang sudah dari tadi berjaga kemudian menghampiri massa.
Polisi meminta massa untuk tidak berteriak dan mengganggu jalannya persidangan.
Hakim lalu menyampaikan pernyataan jaksa yang menyebut pikir-pikir terkait keputusan ini. Hakim pun kemudian menutup persidangan.
"Jaksa menyatakan pikir-pikir. Sidang ditutup," kata hakim Adeng.
"Kami minta jaksa banding," teriak massa.
Edy Mulyadi dinyatakan bersalah melanggar Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Diketahui, dalam kasus ini, Edy Mulyadi dituntut 4 tahun penjara. Jaksa penuntut umum meyakini Edy Mulyadi bersalah melakukan keonaran di kalangan masyarakat.
"Menuntut, supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Edy Mulyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," PN Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2022) lalu.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yakni 4 tahun penjara," imbuhnya.
Edy Mulyadi diyakini jaksa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Jaksa mengungkap hal yang memberatkan tuntutan adalah perbuatan Edy secara konsisten terus-menerus membuat konten di kanal YouTubenya yang memuat berita bohong.
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa secara konsisten membuat konten terus-menerus tanpa rasa menyesal dan dengan sengaja menerbitkan berita dan kata-kata bohong, dalam video-video YouTube miliknya yang ditujukan kepada masyarakat banyak, dan kepada siapa saja dapat mengakses dan menonton video terdakwa tersebut," kata jaksa.
Jaksa mengatakan istilah-istilah yang dilontarkan Edy terkait Provinsi Kalimantan memuat tentang jin buang anak, genderuwo, hingga kuntilanak. Istilah itu, kata jaksa, telah merendahkan dan memperburuk citra Kalimantan di mata masyarakat Indonesia maupun dunia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.