Benarkah Ada Skenario Bebaskan Ferdy Sambo dari Sangkaan Pembunuhan Berencana dan Hukuman Mati?
Kemungkinan Ferdy Sambo bisa bebas dari kasus pembunuhan berencana pada Brigadir J diungkap oleh IPW, mantan Hakim Agung hingga Komnas HAM.
Penulis: Theresia Felisiani
Bila aksi dipicu kasus pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi maka sangkaan primer Pasal 340 KUHP soal pembunuhan berencana bisa bergeser ke pasal subsider yakni Pasal 338 KUHP mengenai menghilangkan nyawa orang lain.
"Ini akan jadi bagian mempengaruhi ringannya perbuatan, karena ada sesuatu hal yang menjadikan suatu perbuatan," ujar Gayus di program Kompas Malam KOMPAS TV, Selasa (13/9/2022).
Gayus menjelaskan dugaan pelecehan seksual ini nantinya akan menjadi suatu pertimbangan yang membuat peristiwa penembakan Brigadir J terjadi.
Dugaan pelecehan ini juga mempengaruhi sangkaan lainnya terhadap Ferdy Sambo terkait kasus penembakan Brigadir J.
"Walaupun lebih dari satu perbuatan bisa menjadi satu perbuatan. Tentu ini akan meringankan karena tidak direncanakan sehingga pembunuhannya bukan rencana tapi pembunuhan yang seketika dilakukan karena tekanan sesuatu tadi," ujar Gayus.
Lantas bagaimana agar dugaan tersangka Fedy Sambo ini tetap mendapat hukuman yang berat atas perbuatannya.
Gayus Lumbuun menilai, penyidik pastinya bakal memasukkan pasal berlapis untuk meyakinkan jaksa penuntut umum membuat dakwaan dan tuntutan hukuman berat terhadap terdakwa.
"Pergeseran pasal 340 ke 338 atau ke yang lainnya ini yang jadi kekhawatiran, sehingga perlu sangkaan berlapis. Pandangan saya (persidangan) akan menemukan keadilan yang terjadi dan yang sesungguhnya," ujarnya.
Sejauh ini perkara dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan Putri Candrawathi dalam nomor LP/B/1630/VII/2022/SPKT/Polres Jakarta Selatan tertanggal 9 Juli 2022, dengan pihak terlapor Brigadir J dihentikan oleh Bareskrim Polri.
Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan Putri Candrawathi ini lantaran tim khusus tidak menemukan peristiwa pidana.
Dalam laporan tersebut disebutkan waktu kejadian diduga pada hari Jumat tanggal 8 Juli sekitar pukul 17.00 WIB bertempat Komplek Polri Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
Belakangan dalam pemeriksaan tim khusus terhadap Ferdy Sambo, dugaan pelecehan tersebut terjadi di Magelang.
Dalam rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J pada Rabu 30 Agustus 2022 penyidik turut memperagakan adengan dugaan pelecehan seksual terhadap Putri.
Dugaan pelecehan tersebut hanya diketahui oleh Brigadir J dan Putri Candrawathi dengan saksi tersangka Kuat Ma'ruf dan Susi, asisten rumah tangga yang ikut ke Magelang sedangkan Bharada E dan Bripka RR tidak mengetahui peristiwa dugaan pelecehan seksual tersebut.
IPW: Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati Lewat Isu Pelecehan Putri Candrawathi
Indonesia Police watch (IPW) terus mengawal kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J).IPW: Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati, Lewat Isu Pelecehan.
Terbaru IPW berpendapat soal ada makna tersendiri di balik menggaungnya isu pelecehan seksual yang diduga dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga kuat adanya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.
Disebutkan Komnas HAM, peristiwa kekerasan seksual tersebut dilakukan pada 7 Juli 2022.
Sementara itu Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menilai ada upaya Ferdy Sambo ingin lolos dari ancaman hukuman mati, bersamaan dengan munculnya isu pelecehan seksual tersebut.
“FS (Ferdy Sambo) ingin lolos dari hukuman mati, ini yang harus diperhatikan oleh penyidik, bahwa ada wacana lepas dari hukuman mati dengan isu pelecehan.”
Hal tersebut disebut Sugeng sebagai strategi pembelaan dari Ferdy Sambo.
“Apabila dugaan pelecehan seksual tersebut terbukti, maka Ferdi Sambo bisa lolos dari jerat pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana,” katanya dikutip Tribunnews dari laman YouTube Kompas TV, Senin (12/9/2022).
Baca juga: Misteri Tangisan Susi ART Ferdy Sambo Disebut Bisa Jadi Kunci Ungkap Kejadian di Magelang
Termasuk pembelaan Ferdy Sambo yang sebelumnya mengatakan tak ikut menembak Brigadir J.
“Kemudian harus dilihat peran itu, pembelaan FS itu, ingin lolos dari hukuman mati ini yang harus diperhatikan oleh penyidik,” lanjutnya.
“Bahwa ada wacana untuk lepas dari hukuman mati dengan isu pelecehan karena itu sesuatu yang punya potensi kuat untuk meringankan dia (Ferdy Sambo),” imbuhnya lagi.
Dengan istilah ‘menjaga kehormatan’, yang saat awal kasus dikatakan Ferdy Sambo.
Namun apabila hal-hal tersebut nantinya terbukti di persidangan, termasuk tidak adanya pelecehan seksual, maka menjadi pasal 340 mengarah kepada tuntutan maksimal.
Bandingkan Kasus Marsinah, Komnas HAM Khawatir Ferdy Sambo Cs Bisa Bebas dan Sisakan Bharada E
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, khawatir para tersangka yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka RR, dan Kuat Maruf bisa bebas dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Damanik pun membandingkan kasus ini dengan kasus pembunuhan kepada buruh perempuan, Marsinah.
Dikutip dari Kompas.com, pada saat persidangan itu, tujuh terdakwa pembunuhan Marsinah divonis bebas lantaran saat persidangan begitu bergantung pada saksi mahkota.
"Jadi si A menjadi saksi buat si B, si C, si D. Si D menjadi saksi si B, si A, si C," katanya dikutip dari Kompas.com, Jumat (2/9/2022).
Adanya fakta persidangan seperti dalam kasus Marsinah tersebut membuat Taufan menduga bebasnya terdakwa bisa terjadi kembali dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Hal ini, katanya, lantaran kepolisian memperoleh keterangan yang berbeda-beda terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
Berbeda-bedanya keterangan ini menjadi bahaya menurut Damanik.
"Yang berbahaya adalah, ini kan semua banyak sekali berdasarkan kesaksian, pengakuan-pengakuan. Kasus pembunuhan ya. Bukan kekerasan seksual."
"Kalau kekerasan seksual pegangannya UU TPKS. Kesaksian (bisa) jadi alat bukti (di UU TPKS)," jelasnya.
Selain itu, Taufik juga mengkhawatirkan jika para tersangka yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka RR, dan Kuat Maruf secara tiba-tiba menarik kesaksiannya.
"BAP (berita acara pemeriksaan) dibatalkan sama mereka, dibantah. Kacau itu kan," katanya.
Jika hal ini terjadi, maka menurutnya tinggal Bharada Richard Eliezer atau Bharada E yang menjadi tersangka.
"Tapi Kuat, Susi, Ricky, Yogi, Romer, segala macam, kan masih di bawah kendali Sambo semua. Itu bahaya," ujarnya.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Putri Candrawathi Dilecehkan, Kesimpulan Tidak hanya Berdasarkan Pengakuan Korban
Seperti diketahui, Polri telah menetapkan lima tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Dikutip dari Tribunnews, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka RR, dan Kuat Maruf disangkakan dengan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Adapun ancaman hukumannya adalah hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun.
Selain itu, Ferdy Sambo juga telah dipecat sebagai anggota Polri pada sidang etik yang digelar pada Kamis (25/8/2022) lalu di TNCC Divisi Propam Polri Jakarta Selatan.
Namun, Ferdy Sambo pun mengajukan banding seusai putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Komjen Pol Ahmad Dofiri.
“Kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang kami telah lakukan terhadap institusi Polri. Namun mohon izin, izinkan kami mengajukan banding,” tuturnya dikutip dari Kompas TV.
Pengacara Brigadir J Tuding Ada Skenario untuk Bebaskan Irjen Ferdy Sambo dkk
Kuasa Hukum keluarga Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Johnson Panjaitan menyebut terjadi indikasi obstruction of justice dari kasus pembunuhan Brigadir J.
Ini bisa terlihat dari proses penyidikan terhadap tersangka yang berlarut-larut serta penggunaan alat uji kebohongan yang dianggap tidak perlu.
Bahkan, Johnson Panjaitan menuding ada upaya membebaskan para tersangka yaitu Irjen Ferdy Sambo dan kawan-kawan.
Caranya melalui skenario Komnas HAM dan Komas Perempuan yang menggiring kasus pembunuhan Brigadir Yosua pada kasus pelecehan seksual.
"Yang laporan pro justicia itu muncul dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan," ujar Johnson Panjaitan yang ditemui wartawawan di Polda DIY, Senin (12/9/2022).
Ia pun menyoroti bagaimana obstruction of justice yang seharusnya diungkap ke publik masih ditutup-tutupi.
Johnson menyinggung proses sidang etik kepada sejumlah polisi yang terlibat obstruction of justice.
Menurutnya, proses yang terjadi sekarang masih belum transparan.
"Kode etik yang ditampilkan itu lagi-lagi nggak transparan menurut saya. Karena yang diperlihatkan adalah hanya soal sidang dan hukumannya.
Baca juga: Respons Kamaruddin Simanjuntak Ditanya Sosok Kapolda yang Menemuinya Minta Cooling Down
Karena itu ini kan obstruction kan jauh lebih buruk dan berbahaya dibanding soal utamanya soal pembunuhan berencana karena ini menyangkut institusi dan kalian lihat yang terlibat banyak," ucap dia.
Menurutnya, sidang itu bukan soal hukuman saja, tetapi bagaimana reformasi di institusi Polri agar makin baik.
"Sayangnya transparansi dan akuntabel yang diucap-ucap itu cuma menampilkan itu. Kita tidak hanya butuh hukuman yang berat untuk membersihkan karena ini bukan cuma soal pembersihan tapi soal reformasi institusinya," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan bagaimana pola-pola melakukan obstruction of justice yang berjaringan.
"Karena ini bukan oknum. Saya khawatir juga kalau bilang institusi tapi kalau jumlahnya 97 mau bilang bagaimana," ucap dia.
Johnson menyebut Brigjen Hendra adalah perwira yang paling bermasalah karena tekanan langsung ke keluarga Brigadir Yosua.
"Sekarang istrinya aktif melakukan pembelaan-pembelaan dan sebagainya tapi tidak secanggih PC," lanjut dia. (tribun network/thf/Tribunnews.com/Kompas.com/KompasTV)