Banyak Masyarakat yang Tidak Tau BBM Disubsidi, Komunikasi Pemerintah Dinilai Buruk
Burhanuddin Muhtadi menilai komunikasi pemerintah kepada masyarakat terkait subsidi bahan bakar minyak (BBM) buruk sekali.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menilai komunikasi pemerintah kepada masyarakat terkait subsidi bahan bakar minyak (BBM) buruk sekali.
Pasalnya banyak masyarakat yang tidak tau kalau BBM mereka itu disubsidi bahkan hingga membebankan APBN.
Sebab subsidi BBM merupakan salah satu kebijakan yang kurang populer di masyarakat.
Masyarakat baru mengetahui setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada 3 September lalu dan ternyata subsidi BBM telah membengkak hingga mencapai Rp 502 triliun.
Baca juga: Survei Indikator Politik Indonesia Catat Tingkat Kepuasan Kinerja Presiden Turun Saat Tarif BBM Naik
"Jadi gimana masyarakat bisa tahu kebijakan yang tidak populer, subsidi BBM, yang menurut pemerintah mencapai Rp 502 triliun. Jadi ini PR besar. Secara kuantitatif, Public Relation pemerintah buruk sekali, karena hanya 1/3 orang yang tau soal subsidi yang besar itu," kata Burhanuddin di Webinar Rilis Indikator: Kenaikan Harga BBM, Pengalihan Subsidi BBM, dan Approval Rating Presiden pada Minggu (18/9/2022).
Berdasarkan rilis survei Indikator, sekitar 33 persen masyarakat yang tahu atau pernah dengar bahwa anggaran subsidi BBM tahun 2022 ini sudah mencapai Rp 502 triliun.
Sekitar 42,3% juga percaya terkait beban APBN untuk subsidi BBM sudah mencapai Rp 502 triliun. Tidak banyak berbeda dengan temuan sebelumnya.
"Sebagian masyarakat (42%) itu nggak tahu bahwa harga BBM yang mereka beli itu disubsidi oleh pemerintah, Bukan hanya itu, ada 48% masyarakat yang nggak percaya BBM disubsidi oleh pemerintah," ujarnya.
Poin survei tersebut, Burhanuddin menyatakan kesadaran masyarakat tentang anggaran negara yang disiapkan untuk subsidi BBM itu rendah.
Disaat yang sama masyarakat juga nggak percaya bahwa BBM disubsidi pemerintah.
"Mayoritas tidak setuju dengan kenaikan harga BBM, tapi jika mereka tahu atau percaya APBN membengkak, maka dukungan terhadap kenaikan harga BBM lebih tinggi," ujarnya.