Peneliti BRIN Sebut Pembentukan Dewan Keamanan Nasional Kental Dimensi Militeristik
Peneliti Pertahanan dan Keamanan BRIN Muhamad Haripin menyoroti rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN).
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Pertahanan dan Keamanan BRIN Muhamad Haripin menyoroti rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN).
Menurutnya, isu Dewan Keamanan Nasional akan membuka ruang hegemoni persoalan penerapan status keadaaan darurat.
Selain itu, kondisi ini akan membawa tata kelola keamanan dalam kondisi normal sulit berjalan karena dalih dan alasan keadaan darurat.
"Hal ini akan mengganggu jalanya demokrasi secara normal karena hegemoni darurat itu," kata Haripin dalam Diskusi Publik bertajuk 'Quo Vadis Pembentukan Dewan Keamanan Nasional' yang diselenggarakan oleh Imparsial dan Centra Initiative, Senin (19/9/2022).
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Rencana Pembentukan DKN Lewat RUU Kamnas
Haripin menambahkan, ruang lingkup dan defenisi yang luas soal definisi keamanan nasional, ancaman akan menimbulkan terjadinya sekuritisasi negatif yakni terjadinya ekspansi kekuatan koersif negara yang dapat mengganggu kehidupan demokrasi.
Apalagi situasi demokrasi Indonesia saat ini sangat labil bahkan mengalami regresi demokrasi.
Dia menilai pembentukan DKN dengan ruang lingkup dan defenisi kamnas serta ancaman yang luas bisa menjadi masalah dalam kehidupan demokrasi.
"Pembentukan Dewan Keamanan Nasional kental dimensi milteristiknya. kekhawatiran ini perlu menjadi perhatian kita semua karena dapat menjadi masalah baru dalam kehidupan demokrasi," ucapnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai Rancangan Perpres Dewan Keamanan Nasional (DKN) perlu ditolak, sebagaimana pernah dilakukan ketika DKN dibahas melalui RUU Kamnas.
Baca juga: Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Soroti Rencana Pembentukan DKN
Pasalnya, menurut Bivitri, Rancangan Perpres ini bermasalah secara hukum dan konstitusional.
"Harus dicermati kemungkinan adanya hidden agenda di balik rancangan Perpres tentang Dewan Keamanan Nasional dengan intensi intensi yang khusus. Pembentukan DKN akan membuka ruang terjadinya pendekatan yang militeristik seperti terjadi di masa lalu," katanya.
Menurut Bivitri, Rancangan Pepres ini tidak ada cantelan hukumnya, dengan kata lain tidak ada dalam undang undang di sektor pertahanan keamanan seperti UU TNI, UU Pertahanan, maupun UU Polri yang memerintahkan agar pemerintah membentuk dewan keamanan nasional.
"Oleh karena itu tidak ada landasan hukum yang kuat selevel undang undang untuk membentuk dewan keamanan nasional sehingga membentuk dewan keamanan nasional melalui peraturan presiden keliru dan tidak tepat..
"Rancangan Perpres ini akan menimbulkan kerumitan tata kelola pertahanan dan keamanan karena defenisi keamanan nasional dalam rancangan perpres ini luas dan menggabungkan fungsi pertahanan dan keamanan yakni menggabungkan TNI dan Polri kembali di bawah DKN. Hal ini tidak sejalan dengan agenda demokrasi yg mengharuskan pemisahan TNI dan Polri," katanya.
Baca juga: Tak Miliki Landasan yang Kuat, Presiden Jokowi Diminta Tolak Pengesahan Rancangan Perpres DKN
Ia memprediksi kemunculan DKN nantinya justru akan menimbulkan tumpang tindinh fungsi dengan kelembagaan lain yakni dengan menkopolhukam, lemhamnas, wantimpres dan lain lain.
"Pembentukan DKN ada potensi mengarah seperti Kopkamtib sebagai wadah represi yang pernah hidup di masa orde baru. Kita perlu mengawal dan mengawasi pembentukan DKN ini," katanya.
Pada Desember 2021, Lemhannas RI sempat mengusulkan pembentukan Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Dewan Keamanan Nasional.
Usulan pembentukan Lembaga ini muncul dari Lemhannas RI lantaran belum ada Lembaga politik yang merumuskan kebijakan nasional dalam fungsi keamanan dalam negeri.
Gubernur Lemhannas RI ketika itu, Agus Widjojo, menyarankan pemerintah pusat menggagas Dewan Keamanan Nasional yang didayagunakan untuk menjamin keterpaduan perumusan dan pengawasan sebuah kebijakan nasional.
Dewan ini fokusnya mengawasi kebijakan-kebijakan terkait keamanan nasional juga dapat didayagunakan untuk merumuskan dan mengendalikan kebijakan secara umum.
Isu pembentukan DKN ini kian menguat setelah adanya surat yang dikirimkan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Agustus 2022.
Isi surat itu terkait perubahan Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) menjadi Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas/DKN).