Agar Tak Gegar Budaya, Seni Tradisional Perlu Ruang Pertunjukkan di Era Digital
Memasuki era virtual saat ini pelaku seni diharapkan mampu beradaptasi mengikuti situasi dan kondisi.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memasuki era virtual saat ini pelaku seni diharapkan mampu beradaptasi mengikuti situasi dan kondisi.
Dulu pertunjukkan seni hanya dilakukan di daerah dan hanya dinikmati warga lokal.
Dengan menampilkan pertunjukan seni di ruang digital tentunya itu akan menjadi perubahan besar di mana pentas seni yang ditampilkan bisa dinikmati seluruh pengguna media digital di manapun mereka berada.
Andi Muslim Ketua SubKomisi media baru Lembaga Sensor Film RI mengatakan pelaku kesenian harus siap dengan perkembangan teknologi.
“Kesenian kita telah ada sejak berabad lalu, jangan kita terjebak dengan romantisme masa lalu. Kita harus berani menampilkan kebudayaan dan kesenian kita dengan mengikuti perkembangan zaman, tampilkan kesenian dan budaya tradisional kita dengan cara modern," jelasnya dalam Webinar tentang Seni Pertunjukkan di Era Digital.
Webinar yang dinisiasi Kemenkominfo bekerjasama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi ini diikuti oleh kelompok masyarakat dari berbagai komunitas Digital di DKI Jakarta dan Banten pada dilaksanakan belum lama ini pada 19 September lalu.
Baca juga: Seniman Hana Madness Berhasil Lawan Kesehatan Mental Lewat Curhatan Karya Seni
Tujuan kegiatan ini Untuk mendukung peningkatan skill masyarakat di media digital, peran masyarakat yang cakap akan dunia digital sangat penting, sehingga mampu tercapainya target kumulatif sebesar 50 juta orang terliterasi di tahun 2024.
Selanjutnya Andi mengimbau pelaku seni untuk mengembangkan kesenian mengikuti perkembangan teknologi.
“Jangan sampai generasi sekarang gegar budaya, tampilkan kesenian sesuai dengan perkembangan zaman agar disukai oleh lintas generasi, manfaatkan ruang digital seperti media sosial”, kata dia.
Rini Darmastuti ketua pusat studi komunikasi, budaya dan literasi digital mengatakan pertunjukkan seni di era digital menciptakan tantangan dan peluang.
“Tantangan dunia seni kita, apalagi yang tradisional kita adalah pengaruh budaya luar. Masyarakat kita khususnya generasi milenial lebih menyukai seni budaya asing," ujarnya
Lebih lanjut Rini mengajak peserta webinar yang berkecimpung di dunia seni untuk mengubah cara pandang dalam promosi dan pertunjukkan seni.
Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pameran Seni Lukis Kelompok Seniman Bali
“Di balik generasi muda yang menyukai budaya asing, lebih banyak lagi sebenarnya yang menyukai budaya tradisional kita. Hanya, promosinya di media digital masih kurang, jadikan itu sebagai peluang bagi kita untuk memulai melakukan promosi dan pertunjukkan seni di ruang digital," katanya.
“Kondisi di tengah serbuan budaya asing yang tidak terkendali, kolaborasi dengan seniman lain menjadi peluang dunia seni kita untuk bersaing di era serba digital seperti saat sekarang ini”, ujar Rini
Guru kesenian Danu Anggada Bimantara yang juga koreografer di langgar.co mengatakan budaya bangsa seakan menghilang di ruang digital.
“Sopan santun seakan tidak ada lagi di ruang digital, budaya bangsa juga seakan meredup karena generasi muda yang lebih menyukai budaya asing," paparnya.
Baca juga: Berseni Kembali bersama Musim Seni Salihara 2022
Danu mengimbau pelaku seni di ruang digital harus paham akan undang-undang plagiat dan pembajakan karya seni.
“Undang-undang nomor 6 tahun 1982, UU No. 7 tahun 1987, UU No. 12 tahun 1997 dan UU No. 19 tahun 2022 adalah aturan perundangan tentang hak cipta yang melindungi seni budaya dan digital, jadi jangan takut berkarya," katanya.
“Jadi jangan takut untuk memulai promosi, melakukan pertunjukkan, dan menyebarluaskan karya seni kita di ruang digital. Manfaat setiap peluang yang ada dan tampilkan budaya seni bangsa kita di ruang digital," ucapnya.