Hakim Agung Sudrajad Dimyanti Sempat Temui Ketua MA Sebelum ke KPK
Hakim Agung, Sudrajad Dimyati ternyata menemui Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Agung, Sudrajad Dimyati ternyata menemui Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin sebelum akhirnya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pagi hari tadi pak SD, hakim agung, ada masuk kantor dan sempat mendatangi pimpinan MA itu karena dia malam tadi tidak ada permasalahan, tidak ada panggilan apa-apa dan kebetulan pagi ini dia dipanggil (KPK) datang ke sini dengan nait baik dia sudah kooperatif untuk datang ke sini," kata Ketua Kamar Pengawasan MA, Zahrul Rabain di Gedung KPK, Jumat (23/9/2022).
Zahrul menerangkan Sudrajad menemui pimpinan MA itu untuk melaporkan jika dirinya dipanggil oleh KPK.
Dalam pertemuannya itu, Zahrul mengungkapkan pimpinan MA juga sempat bertanya langsung ke Sudrajad terkait duduk perkara kasus yang menjeratnya itu.
Atas pertemuan itu, Sudrajad disarankan oleh Ketua MA untuk bersikap kooperatif dengan mendatangi panggilan KPK tersebut.
"Tapi karena dia punya atasan tentu dia melapor ke atasannya bahwa dia dipanggil untuk datang ke KPK. Maka Ketua MA memberikan saran supaya kita kooperatif, silakan datang ke KPK, dan untuk sementara ya ketua MA juga menanyakan bagaimana duduk persoalannya, kemudian siapa-siapa yang tersangkut dengan perkara tersebut," ucapnya.
Dia mengatakan pada intinya pertemuan Sudrajad dengan Syarifuddin hanya sebatas bertemu biasa dengan pimpinannya itu.
Baca juga: Ditahan Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap, MA Hentikan Sementara Hakim Agung Sudrajad Dimyati
"Pada prinsipnya dia datang tadi pagi itu adalah untuk menyampaikan bahwa dia dipanggil oleh lembaga KPK untuk perkara ini, dia cuma sowan dengan pimpinan untuk berangkat ke sini, pimpinan pun menyarankan supaya kooperatif di dalam pemeriksaan," pungkasnya.
Diketahui, Sudrajad Dimyati tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta pada Jumat (23/9/2022).
Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Pantauan Tribunnews.com di lokasi, Sudrajad Dimyati yang menggunakan batik berwarna biru perpaduan coklat datang ke Gedung KPK sekira pukul 10.20 WIB dengan didampingi sejumlah orang berpakaian batik.
Dari pantauan, dia terlihat langsung naik menuju lantai dua Gedung Merah Putih KPK dengan didampingi salah seorang petugas.
Dalam hal ini, Sudrajad sudah ditahan oleh KPK selama 20 hari kedepan yang terhitung mulai 23 September-12 Oktober 2022.
Diketahui, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Ke-10 orang itu dibagi menjadi dua kategori pertama enam tersangka penerima suap dan empat tersangka pemberi suap
Penerima suap adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yudisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA, Redi (RD) dan Albasri (AB).
Selanjutnya, pemberi suap adalah pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Dari 10 tersangka tersebut, Sudrajad, Redi, Ivan, dan Heryanto hingga kini belum dilakukan ditahan.
Baca juga: Penampakan Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati Pakai Rompi Tahanan KPK dan Tangan Diborgol
Para penerima suap dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan penerima suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.