12 Profesional Muda Unjuk Rekomendasi Kebijakan Strategis Indonesia - Korea Hadapi Tantangan Global
12 profesional muda Indonesia unjuk rekomendasi kebijakan strategis kerja sama antara Republik Indonesia dan Republik Korea (Korea Selatan).
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 12 profesional muda Indonesia unjuk rekomendasi kebijakan strategis kerja sama antara Republik Indonesia dan Republik Korea (Korea Selatan) dalam menghadapi tantangan global.
Acara ini dikemas dalam Indonesia - Korea Special Strategic Partnership Young Professional Lab 2022 yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Korea Foundation (KF) pada Jumat (23/9/2022).
Baca juga: Pemerintah Terbitkan Hasil Kajian Implementasi FLEGT dan Implikasi Kebijakan Global Legalitas Kayu
Kepala Pusat Strategi Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Muhammad Takdir menegaskan pentingnya rekomendasi dari berbagai pihak, termasuk profesional muda, untuk memperkuat hubungan bilateral Indonesia dan Korea.
"Jika anda memperhatikan Perjanjian Oslo, Anatolia Conference itu berasal dari akademisi. Akademisi, profesional muda, dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri, ketika mereka menyerahkan opini mereka berdasarkan data yang ada di tangan mereka. Jika anda mencermati beberapa kebijakan luar negeri Indonesia, kebanyakan dari mereka berasal dari universitas," ungkap Takdir.
Memetakan jalan menuju kerja sama kemitraan Indonesia dan Korea Selatan yang lebih kuat penting dilakukan di tengah ketidakpastian tantangan global saat ini.
Takdir mengatakan menginformasikan kebijakan luar negeri yang lebih baik, bahkan dapat menggeser keputusan strategis kebijakan yang mungkin dimiliki kementerian luar negeri di suatu negara.
Contohnya terkait Paradiplomacy, dimana Korea bisa dikatakan berhasil mempromosikan budaya mereka di internasional lewat K-Drama, K-POP, hingga K-Food.
Dengan globalisasi, pemerintah non-pusat memainkan peran internasional yang semakin berpengaruh, dan dapat mengembangkan kebijakan luar negeri mereka sendiri.
"Dampaknya tidak bisa diprediksi. Karena peran mereka dalam Paradiplomasi menjadi viral."
Baca juga: Kemlu: Negara MIKTA Apresiasi Presidensi G20 RI Dorong Arsitektur Kesehatan Global
"Jika kita membuka sangat lebar tentang Paradiplomasi dapat mempengaruhi secara serius politik luar negeri," lanjutnya.
Adapun 12 peserta tersebut merupakan peserta terpilih dari total pendaftar 97 peserta.
Mereka telah berhasil melewati berbagai proses seleksi mulai dari esai hingga proses wawancara.
Setelah melewati tahap seleksi, mereka berdiskusi secara intensif selama tiga hari bersama praktisi dan policy maker Indonesia untuk menghasilkan Joint Policy Recommendation Paper bagi Indonesia - Korea.
Ke-12 peserta menghasilkan berbagai rekomendasi kebijakan dalam tiga bidang, yaitu Socio-Culture, Economic, dan Political Security.
Takdir menambahkan bahwa data merupakan hal terpenting bagi policy maker dalam membuat suatu kebijakan, sehingga rekomendasi yang disampaikan juga didukung dengan data-data.
"Silakan dimatangan (masukan terkait kebijakan luar negerinya), karena unit kami merupakan unit khusus, semacam think tank-nya instansi (Kemlu), kami punya banyak kebebasan daripada unit lain," ujarnya.
"Semua masukan bagus, hanya saja perlu (dicantumkan) datanya. Karena (hasil presentasi profesional muda) lebih banyak kemauan-kemauan," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.