MAKI Soroti Usulan Johanis Tanak soal Restorative Justice: Koruptor Harus Dipidana
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyoroti pernyataan Johanis Tanak berkaitan dengan restorative justice untuk kasus korupsi.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyoroti pernyataan Johanis Tanak berkaitan dengan restorative justice untuk kasus korupsi.
Ia mengatakan sepanjang perbuatan korupsi memenuhi unsur melawan hukum, memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang, tetap harus diproses pidana.
“Itu tetap harus diproeses pidana. Tidak ada restoratif justice,” kata Boyamin Saiman saat dihubungi, Jumat (30/9/2022).
Boyamin lantas menyinggung Undang Undang Nomor 31 Tabun 1999 Pasal 4 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 4 tentang Pemberantasan Korupsi.
“Ini jelas kok, tidak menghapus pidana berarti tetap harus dipidana, meskipun sudah mengembalikan uangnya,” kata dia.
Baca juga: Johanis Tanak Jadi Pimpinan KPK, MAKI: Semoga Perkara Mangkrak Dapat Segera Selesai
“Ya kaget juga atas pernyatan pak johanes tnak terkait dengan RJ restorative justice berkaitan dengan kasus korupsi,” lanjut dia.
Boyamin Saiman pun mengambil contoh kasus perbedaan antara tindakan korupsi dengan kesalahan dalam penyelenggaraan keuangan di pemerintahan, sebagaimana tertuang dalam UU BPK.
Menurut dia, kesalahan prosedur dalam penyelenggaraan keuangan berbeda dengan tindakan korupsi. Korupsi, kata dia, adalah tindakan dengan sengaja menyalahgunakan wewenang atau perbuatan melawan hukum.
Baca juga: KPK Sambut Johanis Tanak: Sarat Pengalaman dari Kejaksaan Agung, Penguat Pemberantasan Korupsi
“Jadi kalau sudah sengaja sejak awal maka yang berlaku tetap pasal 4 itu, di mana pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana,” kata Boyamin.
“Kalau UU BPK itu kan menyangkut tertib anggaran yang kaitannya bisa jadi karena kesalahan prosedur,” sambung dia.
Adapun restorative justice itu, sambung Boyamin, umumnya diterapkan pada kasus yang dimungkinkan bagi pelaku dan korban untuk berdamai. Umumnya, kasus itu meliputi penganiayaan hingga pencemaran nama baik.
Baca juga: Sosok Johanis Tanak, Pimpinan KPK Pengganti Lili Pintauli Siregar, Lama Berkarir di Kejaksaan
Sedangkan dalam kasus korupsi, korbannya bukan hanya satu dua orang, melainkan seluruh rakyat Indonesia.
“Apa mungkin pelaku akan berdamai dengan seuruh warga negara? bagaimaana caranya? misalnya voting gitu, ya enggak bisa toh,” katanya.
Untuk diketahui, Jonanis Tanak mengusulkan restorative justice bisa diterapkan di kasus pidana korupsi, tidak hanya pada perkara pada umumnya. Hal itu ia sampaikan saat menjalani fit and proper test di Komisi III DPR RI.
"Kemudian saya mencoba berpikir untuk RJ (restorative justice) terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, restorative justice, tetapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu dapat diterima, saya juga belum tahu. Harapan saya dapat diterima," ujar Johanis, Rabu (28/9/2022).
Johanis kemudian resmi terpilih sebagai Wakil Ketua KPK baru setelah menang telak dari calon lainnya, I Nyoman Wara.