Soal Penggunaan Gas Air Mata Saat Tragedi Kanjuruhan, Kompolnas: Tak Sesuai Peraturan Kapolri
Kini, Kompolnas sedang mencari sosok yang memberi perintah untuk menembakkan gas air mata di dalam stadion.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan bahwa penggunaan gas air mata dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timut tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penindakan Huru-Hara.
"Enggak (sesuai)," kata Komisoner Kompolnas, Albertus Wahyurudhanto pada Rabu (5/10/2022).
Kompolnas pun menyoroti lokasi penggunaan gas air mata tersebut.
Meski dibawa, gas air mata tersebut tidak boleh digunakan di dalam stadion pertandingan. Oleh sebab itu, Kompolnas masih meneliti celah kesalahan dalam peristiwa tersebut.
"Arahan-arahan sudah ada sehingga harusnya kalaupun dibawa pun tidak dipergunakan."
Lain halnya di luar stadion. Jika terjadi kerusuhan di sana, maka aparat diperkenankan untuk menembakkan gas air mata.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Ini Daftar Sanksi Berlapis Buat Arema FC, Panpel, dan Security Officer dari PSSI
Kini, Kompolnas sedang mencari sosok yang memberi perintah untuk menembakkan gas air mata di dalam stadion.
"Sampai sekarang kita belum ada yang berani membuat kesimpulan itu," katanya.
Sebagai informasi, di dalam Perkap Nomor 2 Tahun 2019 tercantum bahwa penembakan gas air mata diperbolehkan saat peserta aksi huru-hara tidak menghiraukan imbauan polisi.
Penembakan tersebut diawali oleh perintah Komandan Satuan Penindakan Huru-Hara kepada pasukannya.
Selain tak sesuai Perkap, penembakkan gas air mata juga tidak diperkenankan dalam peraturan Federation Internationale de Football Association (FIFA).
"Betul. Enggak boleh," ujar Albertus.
Perihal aturan FIFA tersebut, Albertus mengungkapkan dugaan alasan polisi tidak menerapkannya.
Menurutnya, tugas pengamanan polisi tidak hanya untuk pertandingan sepak bola. Oleh sebab itu, penting untuk memastikan aturan FIFA tersosialisasikan dengan baik kepada aparat yang bertugas.
"Harusnya yang punya tanggung jawab memberikan sosialisasi atau edukasi atau informasi adalah PSSI, orang bola."
Disebut Tindakan Polisi Berlebihan
Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri menilai telah terjadi penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan pihak keamanan dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022) lalu.
Penggunaan kekuatan berlebihan itu adalah adanya penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Baca juga: Pengamat: Polisi Tidak Tegas Sikapi Permintaan Tanding Malam Arema FC Vs Persebaya
"Mengenai penggunaan kekuatan berlebihan, ada fakta bahwa gas air mata digunakan di dalam stadion," kata Nurina dalam konferensi pers daring Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan, di kanal Youtube Yayasan LBH Indonesia, Rabu (5/10/2022).
Padahal kata dia, jika merujuk pada sejumlah peraturan, penggunaan gas air mata di dalam stadion atau ruang tertutup adalah dilarang.
Misalnya saja peraturan FIFA pada Pasal 19 b terkait pengamanan pinggir lapangan mengenai regulasi keamanan dan keselamatan Stadion. Dalam aturan itu FIFA secara tegas dan jelas melarang penggunaan senjata atau gas pengendali massa dibawa atau digunakan di dalam area stadion.
"Kalau kita merujuk beberapa peraturan, termasuk aturan FIFA, sudah jelas melarang gas air mata tidak boleh dibawa ke area stadion," terang dia.
Selain itu, merujuk pada protap kepolisian, juga jelas diatur tata cara penggunaan gas air mata yang diperuntukan untuk pengendalian massa.
Kemudian berdasarkan aturan internasional juga, gas air mata dilarang digunakan pada ruangan yang terbatas atau tertutup.
"Merujuk ke aturan internasional juga begitu, bahwa penggunaan gas air mata tidak boleh digunakan di dalam ruangan yang terbatas yang tertutup. Karena memang dampaknya sangat mengerikan," jelas Nurina.
"Jadi saya rasa ini poin penting ada penggunaan kekuatan berlebihan," ungkapnya.
Salahi Prosedur
Koordinator Save our Soccer (SOS) Akmal Marhali menyebut, keputusan menembakkan gas air mata oleh pihak kepolisian kepada suporter Arema FC di Stadion Kanjuruhan telah menyalahi prosedur.
Penembakan gas air mata itu dikatakan Akmal, melanggar aturan FIFA tentang Safety and Security Stadium pasal 19 Poin B yang dimana senjata api dan gas air mata dilarang masuk dalam stadion.
"Bahwa pengamanan sepakbola itu berbeda dengan pengamanan demonstrasi," kata Akmal ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (4/10/2022).
Tak hanya itu, Akmal juga menyalahkan pihak Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang tidak memberitahukan pihak polisi mengenai larangan penggunaan gas air mata itu.
Buntutnya, ia menilai keputusan itu menjadi salah satu penyebab terjadinya tragedi besar bahkan masuk dalam kategori tragedi terdasyat di dunia.
"Melebihi tragedi Hesyel pada 29 Mei 1985 yang menewaskan 39 orang," ungkapnya.
Atas dasar itu, dirinya menekankan agar pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga RI (Menpora) untuk meneggakan aturan Pasal 13 Undang Undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Adapun bunyi dalam aturan itu yakni, Penyelenggara kegiatan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan teknis keolahragaan, kesehatan, keselamatan, ketentuan daerah setempat, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.
"Itu semua sudah diatur dan harus dilakukan untuk menghukum pihak-pihak terkait," sebut Akmal.